Suami Bacok Anak-Istri di Depok dalam Teori Konflik
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
Mereka menyebutkan, ada tiga teori sebagai penyebab DV suami terhadap istri.
1) Teori feminis. Bahwa kekerasan suami terhadap istri berhubungan langsung dengan organisasi masyarakat yang patriarki. Tecermin dalam pola perilaku dan sikap terhadap perempuan.
Teori feminis adalah pandangan aktivis feminis terkait diskriminasi gender pria-wanita dalam kehidupan masyarakat. Bahwa pria pemimpin wanita. Mendominasi wanita.
Maka, KDRT dipandang pria sebagai ekspresi kekuatan sosial yang dianggap sebagai cara laki-laki mengontrol pasangan perempuannya. Dalam masyarakat jenis patriaki, cara laki-laki dianggap macho. Dihormati warga.
Contoh, ada anekdot bersifat ledekan: ikatan suami takut istri. Itu ciptaan pria. Tujuannya, meledek suami yang bersikap menurut ke istri. Dan, itu dianggap tidak macho. Alhasil, para suami berontak terhadap stereotipe itu. Terjadilah KDRT.
2) Teori konflik. Keluarga dan masyarakat adalah tempat konflik di antara anggota. Sebab, kepentingan manusia berbeda-beda.
Di dalam keluarga, kepentingan suami-istri-anak berbeda-beda. Semua berharap kepentingan mereka masing-masing paling utama. Harus terpenuhi. Maka, harus ada toleransi. Mengalah.
Di dalam masyarakat, apalagi. Jika tidak ada toleransi bagi anggota masyarakat, bisa timbul konflik. Meledak jadi perang.
Contoh, antarsaudara kandung. Selalu terjadi cemburu dalam menerima pemberian ortu. Anak yang satu diberi sesuatu, yang lain iri. Kalau semua anak diberi, merata, diam-diam, anak-anak mengaudit. ”Aku anak sulung, kok diberi yang sama dengan adik.”
Suami menuntut istri selalu siap (dalam bahasa Jawa): Masak, macak, manak. Memasak makanan sehari-hari, bersolek menyenangkan suami, dan melayani hubungan seks suami.
Sebaliknya, istri juga punya standar tuntutan ke suami. Yang, kalau tidak ada toleransi antar-individu, terjadilah konflik. Berkembang jadi KDRT.
3) Teori pembelajaran sosial. Pola interaksi keluarga dan masyarakat, mendorong individu melakukan kekerasan. Semua individu, sejak masih anak-anak, berinteraksi dengan orang di sekitar. Di situlah ia belajar hidup.
KDRT suami terhadap istri bisa diketahui anak-anak. Bukan hanya anak di dalam keluarga yang KDRT, melainkan juga anak-anak tetangga. Mereka tahu dari cerita mulut ke mulut.
Lalu, anak-anak menganalisis reaksi orang terhadap peristiwa KDRT. Jika pendapat orang membenarkan tindakan suami pelaku KDRT, otomatis terekam dalam memori otak anak.
Kelak, anak laki-laki bakal jadi pelaku KDRT juga. Sementara itu, anak perempuan menganggap bahwa hidup memang begitu. Pemegang kendali memang laki-laki. Teori pembelajaran sosial (Violence against Wives).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: