Bukan Hoax, Kompos dari Jenazah Manusia Jadi Bisnis Baru di AS

Bukan Hoax, Kompos dari Jenazah Manusia Jadi Bisnis Baru di AS

Pegawai perusahaan pengomposan jenasah manusia di Seattle menununjukkan peti komposter.-seattletimes-

WASHINGTON, HARIAN DISWAY - Kompos dari mayat manusia. Sebagian orang langsung mengecek kebenarannya. Siapa tahu hoax.

Rupanya praktik itu benar-benar terjadi. Di negara adidaya Amerika Serikat. 

Inovasi nyeleneh itu benar-benar ada dan nyata di negara berpenduduk 331 juta jiwa tersebut. Bahkan jadi peluang bisnis baru dengan kampanye ramah lingkungan.

Mayat akan ditempatkan dalam suatu wadah yang reusable atau dapat digunakan kembali sehingga nantinya akan bertransformasi menjadi tanah padat nutrisi.

Tanah hasil pengomposan bisa diberikan kepada orang terkasih atau disumbangkan ke wilayah konservasi, tergantung kesepakatan klien.

Perusahaan di balik ide ini adalah Recompose, perusahaan asal Seattle yang mendukung green funeral atau pemakaman ramah lingkungan sejak 2020. 

“Pengomposan manusia menggunakan lebih sedikit energi daripada kremasi,” jelas Katrina Spade, pendiri Recompose. 

Menurut Katrina, karbon yang dihasilkan dari pengomposan manusia akan diserap melalui tanah alih-alih dilepaskan sebagai gas karbondioksida. Dampak negatif terhadap lingkungan diubah jadi manfaat.

Bahkan, pengomposan manusia juga bisa melindungi pekerja rumah duka dari paparan formaldehid tingkat tinggi. Yakni, zat yang menyebabkan leukemia myeloid dan kanker langka.

Hal positif lain dari pengomposan manusia menurut National Funeral Directors Association adalah dapat menurunkan pengeluaran rata-rata untuk pemakaman di Amerika.

Walau terkesan menjanjikan dan flawless, industri pemakaman dengan metode kompos ini masih terbilang baru dan belum diteliti lebih lanjut. 

Sehingga belum ada penelitian pasti yang menyebutkan bahwa cara ini lebih ramah lingkungan dari metode pemakaman lain.

Ed Bixby, Presiden Green Burial Council, bahkan menyebutkan bahwa proses pengomposan manusia oleh perusahaan Recompose tidak 100% bebas karbon.

Pernyataan Bixby tersebut dilihat dari adanya keterlibatan mesin yang dioperasikan dengan listrik dalam prosesnya.

“Jika anda ingin melakukan sesuatu yang berhubungan dengan sadar lingkungan, menurut kami itu luar biasa. Tetapi kami ingin memastikan bahwa orang-orang memahami apa yang mereka beli,” ujar Bixby. 

Jasa kompos jenazah itu bervariasi. Rata-rata di angka Rp 75 juta.

Bixby menilai, cara baru itu sulit diterima karena kremasi lebih praktis di AS. Proses kremasi tuntas dalam sehari, sedangkan pengomposan manusia butuh empat bulan.

Jika metode itu ada di Indonesia, apakah kamu tertarik untuk menjadi komposnya? (Alma Dhyan Kinansih)

Sumber: seattletimes