Series Jejak Naga Utara Jawa (1): Mulanya adalah Pengembaraan

Series Jejak Naga Utara Jawa (1): Mulanya adalah Pengembaraan

Gerbang Oriental menghiasi ujung Glodok Pecinan, Jakarta. -Doan Widhiandono-Harian Disway-

MIGRASI adalah cara manusia bertahan hidup. Tatkala manusia-manusia pertama meninggalkan daratan yang kini menjadi Afrika, menuju dunia baru. Tempat mereka bisa mencari penghidupan anyar. Tempat mereka menemukan cara hidup yang lebih layak. Tempat mereka bisa beranak pinak, meninggalkan keturunan hingga warisan lain.

Di antara mereka, ada warga keturunan Tiongkok yang sudah begitu lama bermigrasi ke berbagai penjuru dunia. Bahkan sejak abad-abad perdana Masehi.

Kajian tentang migrasi warga Tiongkok mulai mengemuka pada abad ke-19. Ketika itu, jutaan warga Tiongkok keluar dari negerinya. Mereka berpindah—baik secara permanen atau sementara—ke negara lain.

Kaum migran dan para keturunannya inilah yang akhirnya memainkan peran penting dalam perekonomian dunia. Mereka mewarnai populasi di sejumlah negara. Meninggalkan jejak-jejak peradaban yang sampai kini masih terlihat bentuknya.

Adalah suku-suku selatan Tiongkok yang kemudian memilih berpindah jauh ke selatan. Mereka adalah kaum maritim dan nelayan. Yang akhirnya ’’meladang di laut’’.

Dengan kemampuan wirausaha dan adaptasinya, orang-orang Tionghoa itu mampu hidup di negara baru.

Sejumlah catatan mengatakan bahwa pada sekitar 1400 masehi, jaringan pedagangan Tiongkok telah menjulur ke Asia Tenggara. Pemukim Tionghoa lantas menjadi kuat dalam sektor komersial di banyak masyarakat.

Demam timah dan emas pada pertengahan 1800-an menjadikan Asia Tenggara mengalami ’’Abad Tionghoa.’’ Itulah yang ditulis oleh Craig A. Lockhard dalam artikel ilmiah pada 2013. Judulnya: Chinese Migration and Settlement in Southeast Asia Before 1850: Making Fields from the Sea.

Para imigran Tiongkok itu kemudian kawin-mawin dengan suku-suku lokal. Mereka menjadi perantara budaya, membentuk sebuah komunitas hybrid: kaum peranakan. Inilah salah satu fondasi kaum diaspora modern yang cukup kuat. Bentangan warisan budayanya terasa hingga kini.

Penelusuran jejak itulah yang dijalani oleh Harian Disway sejak 13 Januari. Dengan berkendara sejauh kurang lebih 600 kilometer. Dari Tangerang hingga Lasem. Di sisi utara Jawa yang bibirnya menyongsong kaki Laut Tiongkok Selatan. (*)

*) Tim Harian Disway: Doan Widhiandhono, Retna Christa, Yulian Ibra, dan Tira Mada

SERI BERIKUTNYA: Ekspedisi demi Hidden Gem... (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: