Series Jejak Naga Utara Jawa (2): Ekspedisi demi Hidden Gem
AZMI ABUBAKAR di dalam Museum Pustaka Peranakan Tionghoa, Serpong, Tangerang Selatan, 14 Januari 2023. -FOTO: YULIAN IBRA-HARIAN DISWAY-
Pepatah (Cheng yu) ini begitu sering kita dengar: 千里之行,始于足下 (qiānlǐ zhī xíng, shǐyú zú xià). Perjalanan seribu mil berawal dari satu langkah. Ungkapan yang dikutip dari kitab Tao Te Ching dari empat abad sebelum Masehi itu tampaknya menjadi salah satu fondasi migrasi warga Tiongkok. Juga menjadi pemantik ekspedisi yang dijalani Harian Disway ini.
-----------------------------
MIGRASI orang-orang Tionghoa, dari negara yang kini disebut Tiongkok, sudah menjulur jauh berabad-abad silam. Buku Sedjarah Kebudajaan Indonesia, karya S. Wojowasito, mencatat hal tersebut. Ia menuturkan bahwa perjalanan pertama yang dicatat dalam sejarah terjadi pada tahun 6-23 Masehi. Saat daratan Tiongkok diperintah Kaisar Wangman dari Dinasti Han.
Kalimat itu kami temukan dalam sebuah salinan (fotokopi) buku di Semarang. Saat kami mengunjungi Waroeng Kopi Alam, Semarang, Kamis malam, 19 Januari 2023. Buku tersebut menyelinap dalam rak buku di salah satu sudut kedai bertema peranakan itu.
Malam itu adalah hari ketujuh ekspedisi kami. Sebelumnya, Harian Disway telah menelusuri jejak-jejak kebudayaan Tionghoa itu di Jakarta, Tangerang, Cirebon, dan Lasem.
Kami berkendara, melompat dari kota ke kota, sejauh kurang lebih 600 kilometer. Itu akan disambung lagi dengan penelusuran di Surabaya dan Gresik. Seluruhnya ada di sisi utara Jawa yang bibir pesisirnya menyongsong kaki Laut Tiongkok Selatan.
BACA JUGA: Mulanya adalah Sebuah Pengembaraan.
Tentu, perjalanan ekspedisi itu enggak ada apa-apanya dibanding migrasi orang-orang Tionghoa sejauh ribuan kilometer. Membentang begitu jauh. Baik jaraknya, waktunya, atau usia warisan budayanya.
Menulis seluruh warisan budaya Tionghoa tentu akan mustahil. Akan sangat banyaaaak. Sebab, mereka sudah menjadi warga Nusantara tersebut sejak sangat lama. Maka, yang kami cari adalah hidden gem. Permata tersembunyi, yang mungkin tidak kita sadari adalah salah satu bentuk asimilasi. Atau justru masih permata asli.
Mencari yang tersembunyi itulah yang mau tidak mau perlu kunci. Penelusuran jejak-jejak digital itu akhirnya membawa kami menemui Azmi Abubakar, pemilik Museum Pustaka Peranakan Tionghoa, Kamis, 12 Januari 2023.
Museum tersebut terletak pada sebuah ruko bersahaja di Serpong, Tangerang Selatan. Di depannya hanya ada papan merah sebagai penanda nama museum. Tetapi, di bawah naungan selasar ruko tersebut ada papan nama lain: Toko Alat2 Rumah Tangga Kong Sen Long.
Itulah awal perjalanan kami, titik perhentian pertama ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa. Sebuah museum kecil yang menjadi pembuka cerita berbagai warisan budaya Tionghoa di Nusantara. (*)
*) Tim Harian Disway: Doan Widhiandono, Retna Christa, Yulian Ibra, dan Tira Mada
SERI BERIKUTNYA: Koleksi Karya Pemikir yang Lampaui Zaman...(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: