Kajati DKI Jakarta Tawari David-Mario Damai
Ilustrasi Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Reda Manthovani -Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Dilanjut dengan huruf kapital: ”TERIMAKASIH SUDAH MENOLAK SEGALA USAHA DAMAI , BANTUAN dll yang ditawarkan TERMASUK oleh INSTANSI YANG HARUSNYA BAHKAN GAK NAWARIN ITU.”
Restorative justice sudah sering didiskusikan, dihebohkan, dikhawatirkan diselewengkan. Dalam program Rosi, tayang 2 Desember 2022, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, keadilan restoratif jadi ruang untuk menyelesaikan kasus yang bisa diselesaikan dengan musyawarah.
Lalu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengingatkan, ada batas-batas yang harus diperhatikan dalam penerapan keadilan restoratif.
Yakni, tidak berlaku pada kasus berat dan kejahatan luar biasa. Maka, pengawasan untuk memastikan komitmen penegakan keadilan restoratif mutlak dilakukan. Tujuannya, tidak disalahgunakan.
Tak kurang, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam keterangan pers pembukaan Rapat Kerja Teknis Kejaksaan Bidang Pengawasan yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa, 5 Oktober 2021, menjelaskannya.
”Salah satu kebijakan institusi yang rawan disalahgunakan adalah pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020. Tolong jaga dan terapkan keadilan restoratif ini secara sungguh-sungguh sesuai dengan maksud dan tujuannya.”
Burhanuddin: ”Oleh karena itu, jangan cederai dan khianati kebijakan itu. Jangan coba-coba mengambil keuntungan finansial dari kebijakan keadilan restoratif.”
Restorative justice adalah arahan Presiden Joko Widodo kepada jajaran, termasuk jaksa agung, pada pembukaan Rapat Kerja Kejaksaan RI Tahun 2020. Waktu itu Jokowi mengatakan, kejaksaan adalah wajah penegakan hukum Indonesia di mata masyarakat dan internasional.
Burhanuddin: ”Kepercayaan yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada Korps Adhyaksa ini harus kita pertahankan dan jawab dengan integritas.”
Inti restorative justice adalah keadilan bersama bagi pelaku dan korban. Dalam pelaksanaannya, ada perjanjian sepakat anara pelaku dan korban untuk berdamai. Kesepakatan itu dilakukan di depan penyidik polisi dan disaksikan masyarakat.
Tawaran restorative justice dari Kajati Reda kepada keluarga David belum tentu pengkhianatan seperti dikatakan Jaksa Agung Burhanuddin. Sebab, Reda cuma menawarkan. Tidak memaksa. Kalau tawaran itu ditolak pihak korban, ya sudah. Selesai. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: