Draf RUU KUHAP: Penghinaan Presiden Tak Masuk Skema Restorative Justice

Draf RUU KUHAP: Penghinaan Presiden Tak Masuk Skema Restorative Justice

DPR siap bahas RUU KUHAP, atur mekanisme restorative justice dan pengecualian untuk kasus tertentu.-Pexels, Sora Shimazaki-Pexels, Sora Shimazaki

HARIAN DISWAY – Draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) secara tegas mengecualikan tindak pidana penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dari mekanisme keadilan restoratif (restorative justice).

Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 77 Bab IV, yang mengatur bahwa kasus penghinaan terhadap simbol negara tidak dapat diselesaikan di luar jalur pengadilan.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman segera memulai pembahasan mengenai revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana bersama pemerintah setelah menerima Surat Presiden (Surpres) yang berisi persetujuan untuk membahas revisi undang-undang tersebut.

"Draf final Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan dibahas segera karena Surpres-nya per hari ini sudah ke luar, sudah ditandatangani Presiden Republik Indonesia Pak Prabowo Subianto," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Jumat, 21 Maret 2025.

Habiburokhman menyebut bahwa RUU KUHAP akan mencakup nilai-nilai restoratif, restitutif, dan rehabilitatif. Menurutnya, RUU tersebut akan memaksimalkan penerapan restorative justice dalam menyelesaikan perkara.

BACA JUGA:Peran Kejaksaan Ditekankan Dalam Pembaruan KUHAP

"Kami bikin satu bab khusus restorative justice. Jadi mulai penyidikan, penuntutan sampai persidangan bisa di-restorative justice-kan," ujarnya.

Salah satu ketentuan penting terdapat dalam Pasal 77 Bab IV tentang Mekanisme Keadilan Restoratif, yang mengatur jenis tindak pidana yang tidak dapat diselesaikan melalui pendekatan restorative justice.

Pasal 77 mengecualikan beberapa tindak pidana, seperti kejahatan terhadap keamanan negara, penghinaan terhadap martabat presiden dan wakil presiden, pelanggaran terhadap negara sahabat dan pemimpinnya, gangguan ketertiban umum, serta pelanggaran kesusilaan.

Dalam pasal yang sama, kejahatan terorisme dan korupsi tidak dapat diselesaikan melalui pendekatan restorative justice.

Hal itu juga berlaku untuk tindak pidana tanpa korban serta tindak pidana dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara, kecuali jika terjadi karena kelalaian.

BACA JUGA:UU KUHP Baru: Pengguna Narkoba Adalah Korban, Cukup Direhabilitasi, Tak Perlu Dipenjara

Selain itu, tindak pidana yang mengancam nyawa seseorang, tindak pidana dengan sanksi khusus, dan kejahatan tertentu yang berbahaya atau merugikan masyarakat juga tidak bisa diselesaikan lewat restorative justice.

Penyelesaian melalui restorative justice bisa dilakukan jika ada permohonan dari pelaku tindak pidana, tersangka, terdakwa, atau keluarganya, serta dari korban atau keluarganya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: