Mengembangkan Keseimbangan Baru di Perguruan Tinggi
PIMPINAN Universitas Airlangga (Unair) berkumpul di salah satu hotel di Nusa Dua, Bali. Mereka membahas berbagai permasalahan di Unair.-Bagong Suyanto untuk HARIAN DISWAY -
SEKITAR 300 ketua departemen, sekretaris departemen, dan ketua program studi dari berbagai fakultas di lingkungan Universitas Airlangga pada 18-19 Maret 2023 berkumpul di Westin Hotel dan Resorts di Nusa Dua, Bali. Rapat –selain dihadiri Rektor Universitas Airlangga Prof Muhammad Nasih dan para wakil Rektor serta sekretaris universitas– diikuti para direktur.
Tujuan diselenggarakan rapat adalah menampung aspirasi, keluhan, dan usulan para ketua departemen dan ketua program studi tentang berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan pengembangan institusi.
Di tengah iklim persaingan perguruan tinggi (PT) yang makin kompetitif, disadari, tidak mungkin lagi departemen dan prodi dibebani tugas-tugas administratif yang berat sekaligus beban untuk memenuhi target sesuai indikator lembaga pemeringkatan global.
Rektor Muhammad Nasih dalam sambutannya di rapat terbatas dengan para dekan telah mengingatkan arti penting melakukan penataan yang lebih baik guna merespons berbagai tantangan yang kontekstual dan kekinian.
Penataan yang dimaksud rektor tidak hanya menyangkut penataan ulang alokasi anggaran, tetapi juga penataan yang berkaitan dengan program-program apa yang perlu dikembangkan untuk memenuhi target prioritas yang telah ditetapkan. Kegiatan yang tidak mendesak, misalnya, untuk sementara bisa dikesampingkan, kemudian digantikan dengan program-program yang lebih bermanfaat bagi pengembangan institusi.
Artikel Jurnal
Berbeda dengan masa satu dua dekade silam, saat PT umumnya masih berkutat pada perbaikan internal pengajaran dan kontestasi di tingkat nasional, dalam beberapa tahun terakhir disadari bahwa iklim persaingan PT sudah merambah ke tingkat global. Berbagai PT yang ada di tanah air, semua berambisi meraih perbaikan ranking di dunia internasional yang makin baik.
Hasrat mengejar ranking dunia itu bukannya keliru. Tetapi, akibat yang terjadi, akhirnya kebanyakan PT lebih dan terlalu fokus pada upaya mengejar publikasi di jurnal internasional dan indikator-indikator yang melayani aspek penilaian berbagai lembaga pemeringkatan PT di level internasional seperti QS, THE, dan lain sebagainya.
Tidak sedikit PT yang kemudian menjadi sangat pragmatis dalam menyikapi iklim persaingan global. Bukannya menjaga kehormatan institusi dan menempatkan mahasiswa sebagai subjek utama pembelajaran, tidak sedikit PT yang malah lebih terjerumus dalam kegiatan yang hanya mengejar pe-ranking-an global. Lupa pada peran PT sebagai lembaga pendidikan yang terhormat.
Di antara kegiatan tridarma PT, ada kesan bahwa kegiatan penelitian dan publikasi cenderung lebih diprioritaskan. Sementara itu, kegiatan yang lain seolah dianggap kurang penting. Di berbagai PT sudah bukan rahasia lagi bahwa insentif untuk publikasi di jurnal internasional jauh melambung tinggi. Di berbagai PT bisa dilihat dosen mana yang tidak tertarik melahirkan artikel-artikel jurnal internasional ketika insentif yang ditawarkan mencapai 50–75 juta rupiah?
Sebaliknya, mana mungkin dosen hasrat mengajarnya bisa tetap terjaga ketika sehari-hari reward yang diperoleh jauh dari memadai? Banyak bukti memperlihatkan bahwa para dosen yang hanya giat mengajar umumnya taraf kesejahteraannya hanya pas-pasan. Sementara itu, dosen yang aktif menulis artikel jurnal, mereka hidup bergelimpangan harta: sangat sejahtera dan mengalahkan dosen-dosen senior yang berdedikasi.
Di sejumlah PT salah satu implikasi yang muncul adalah para dosen tidak hanya enggan mengajar dengan serius, tetapi juga tidak lagi antusias ketika diminta membantu kegiatan akreditasi dan kegiatan akademik lain seperti menulis buku referensi atau buku ajar. Di beberapa PT, insentif menulis buku hanya 10–20 juta rupiah. Itu pun umumnya akan habis untuk membiayai dana percetakan buku yang diserahkan kepada penerbit.
Di beberapa PT juga diketahui bahwa honor untuk dosen yang membantu menyusun borang akreditasi, misalnya, hanya 1 juta hingga 2,5 juta rupiah. Bandingkan dengan insentif menulis artikel jurnal internasional bereputasi Q1. Menulis lima buku referensi pun, seorang dosen tidak akan mendapatkan insentif lebih dari 10 juta rupiah. Sedangkan kalau menulis satu artikel saja, seorang dosen bisa mendapatkan 50–75 juta rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: