Memburu Safe Haven
Ilustrasi bank di Amerika Serikat kolaps.-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Emas masih menjadi pilihan utama dibanding safe haven lain. Misalnya, surat berharga negara (SBN) ataupun treasury bill yang kini trennya terus meningkat seiring dengan kenaikan tingkat bunga acuan di AS. Di tengah ketidakpastian ekonomi, biasanya inflasi cenderung naik. Di AS, inflasi sudah mendekati 8 persen. Itu berdampak pada situasi pasar yang volatile.
Maka, aset safe haven dapat menjadi penakluk inflasi karena nilainya tetap bertahan. Bahkan, aset emas dapat mengalami kenaikan harga di tengah inflasi. Selain itu, logam mulia dapat menjadi penyeimbang devaluasi mata uang saat inflasi. Oleh karena itu, nilai instrumen investasi yang aman tersebut bisa menjadi pilihan aset penanaman modal andalan bagi investor.
Kestabilan harga itulah yang menjadikan emas dulu dijadikan sebagai backup pencetakan uang. Dulu, berapa uang dicetak sesuai dengan emas yang menjadi back up. Berikutnya, dalam perjanjian Bretton Woods, uang dicetak di-back up dengan dolar AS, dan dolar AS dicetak di-back up dengan emas.
Emas adalah barang tradeable. Diperdagangkan di pasar global. Bahkan, diperdagangkan di pasar derivatif. Begitu maraknya perdagangan emas yang hanya pada indeks harganya. Bukan pada emas riilnya. Itu pun sudah begitu memengaruhi permintaan terhadap emas. Bahkan, harga derivatif berupa kontrak features tiga bulanan justru menge-drive harga spotnya.
Di Indonesia, emas bukan satu-satunya safe haven. Dolar AS atau greenback juga dianggap sebagai safe haven. Dan banyak orang lebih memilih pegang dolar sebagai penjaga nilai harta daripada emas. Sebab, nilai dolar AS dianggap stabil. Termasuk dalam kondisi ekonomi yang buruk sekalipun. (*)
*) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Wakil Dekan Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: