Serial Geliat Masjid Perumahan (Seri 11): Masjid Husnul Khotimah, Sidoarjo; Santuni 9 Yatim Tiap Bulan
Bangunan megah Masjid Husnul Khotimah yang mulai dibangun pada Februari 2018. Dua tahun kemudian, barulah masjid tersebut benar-benar bisa difungsikan.-Boy Slamet-Harian Disway
SIDOARJO, HARIAN DISWAY - Keberadaan masjid di dalam perumahan, bisa saja bukan hanya sebagai tempat beribadah. Tapi jadi titik temu warga. Demikian pula Masjid Husnul Khotimah, Perumahan Grand Deltasari, Sidoarjo.
Sekilas tidak ada hal istimewa dengan bangunan yang berdiri di tanah fasum seluas 1000 meter persegi ini. Tapi cobalah untuk memasuki bagian dalam. Kita akan terpesona dengan kemewahan mihrabnya. Di sisi kanan mihrab terdapat kaligrafi kalimat syahadat.
Ada kaligrafi ayat kursi yang berbentuk oval, seakan menaungi mihrab. Cahaya lampu dari mihrab, memberikan kesan kemegahan Allah SWT. Lampu kristal cantik tergantung di tengah-tengah masjid menjadikan tempat itu terlihat mewah. Pintu kaca menjadi pembatas bagian dalam dan luar masjid.
Tempat wudu bagi perempuan berada di sebelah utara masjid. Sedangkan untuk pria, ada di sebelah selatan. Dulunya didesain bersebelahan. Tapi karena selesai mengambil air wudu jemaah perempuan harus memutar cukup jauh, maka dibuatkan tempat wudu baru untuk kaum adam.
Jemaah wanita mengambil Alquran yang disediakan di dalam masjid.-Boy Slamet-Harian Disway
Arsitektur banyak berubah dari rencana awal. Contoh, di awal rencananya atapnya menggunakan kubah dengan bahan enamel. Namun, di tengah proses pembangunan, ada donatur yang siap menyumbang genteng. Setelah dihitung, dengan menggunakan genteng bisa menghemat anggaran hingga Rp 400 juta. Maka diputuskan menggunakan genteng.
Jemaah pria yang hendak beribadah di masjid di Perumahan Grand Deltasari, Sidoarjo.-Boy Slamet-Harian Disway
Barisan saf laki-laki yang tengah melaksanakan salat di masjid yang secara keseluruhan kini bisa menampung sekitar 700-an jemaah. -Boy Slamet-Harian Disway
Masjid mulai dibangun pada Februari 2018. Dua tahun kemudian, barulah masjid tersebut benar-benar bisa difungsikan. ”Waktu itu bangunannya masih tambal sulam. Tidak megah seperti ini. Konsep kita dulu, yang penting bisa dipakai,” ujar Iwan Arta Kusuma, sekretaris takmir.
Pemanfaatan masjid yang kala itu belum jadi 100 persen, memang seakan dipaksakan. Namun, ada tujuan baik di baliknya. Diharapkan dengan keberadaan masjid, penghuni perimahan bisa saling berinteraksi. Kini bisa menampung sekitar 700-an jemaah. Masjid ini juga memiliki lantai 2.
Ada enam klaster yang ada di Grand Deltasari. Yakni Cluster Aster, Anthurium, Catelya, Aralia, Magnolia, dan Lavenda.
Tidak seperti kebanyakan perumahan lainya, warga klaster Grand Deltasari terlihat begitu kompak. Kekompakan mereka tersirat dari pembangunan masjid itu. Dana pembangunan masjid sebesar Rp 3 miliar bersumber dari hasil swadaya warga sendiri.
Ada cerita unik pada proses pembangunan masjid. Ketika itu kas pembangunan hanya Rp 4.250.000, Tapi panitia pembangunan berani menandatangani kontrak dengan kontraktor, senilai Rp 3,5 miliar. Untuk memenuhi kebutuhan dana pembangunan, Panitia selalu mengadakan lelang dalam pengadaan bahan bangunan. “Kita membagi per unit lelangnya seharga Rp 100 ribu. Dan warga meresponsnya cukup baik. Ada yang mengambil 5 unit hingga 10 unit,” kata Iwan.
Soal pengurusan perizinan pun berbeda dengan masjid lainnya. Jika di tempat lain panitia mengurus perizinan dulu baru membangun. Tapi untuk Masjid Husnul Khotimah, perizinannya diurus berbarengan dengan pembangunan masjid. Sehingga ketika masjid jadi izinnya sudah ada.
Suasana buka puasa bersama di halaman masjid. Dengan menu berganti-ganti tiap harinya. Dananya dari swadaya masyarakat.-Boy Slamet-Harian Disway
”Mengurus perizinan itu lama. Kalau kita mengurus izin dulu baru membangun, itu buang-buang waktu. Makanya kita lakukan secara paralel (bersamaan) antara pembangunan dan izinnya,” ungkap Iwan.
Tidak bisa ditepis, jika dalam proses pembangunan masjid sering terjadi pro dan kontra serta saling curiga. Sehingga kata Iwan, diperlukan orang-orang yang hatinya kuat dan tebal telinga.
Untuk mengatasi kecurigaan-kecurigaan, Iwan beserta pengurus masjid membuat sebuah website, yang bisa diakses oleh siapa pun. Di website tersebut tertera dana kas masjid. Warga yang menjadi donatur bisa langsung mengunggah bukti transfer secara mandiri.
Dengan konsep pembangunan itu, tidak heran jika Masjid Husnul Khotimah juga menjadi jujukan belajar dari perumahan lain yang ingin membangun masjid.
Selama bulan puasa ini, diadakan buka puasa bersama di halaman masjid. Dengan menu berganti-ganti tiap harinya. Dananya dari swadaya masyarakat.
Kebersamaan warga bukan hanya ketika buka bersama. Sejak dulu pengurus masjid menyediakan makan seusai salat Jumat. Lewat kebersamaan itu semakin terjalin keakraban satu dengan yang lainnya.
Selain itu ada kegiatan sosial. Ada 9 orang anak yatim yang disantuni dari uang swadaya warga. Per anak yatim mendapat santunan Rp 500 ribu setiap bulannya.
Dengan demikian, diharapkan Masjid Husnul Khotimah menjadi pusat ilmu dan pusat bertemu warga. Tanpa melihat suku, agama, dan ras. (Pace Morris)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: