”Darah Segar” Para Punggawa Majelis Kesejateraan Sosial Pacu Akselerasi ’Aisyiyah

”Darah Segar” Para Punggawa Majelis Kesejateraan Sosial Pacu Akselerasi ’Aisyiyah

Sesi perkenalan anggota Pimpinan Majelis Kesejahteraan Sosial Pimpinan Pusat ’Aisyiyah dipandu sekretaris dengan metode komunikasi antarpribadi. Ada 20 yang hadir berasal dari Jakarta, Surabaya, Malang, dan Yogyakarta.-istimewa-

Model pengaderan yang dilakukan di abad kedua ’Aisyiyah ini bertujuan menyiapkan generasi tunas-tunas perempuan belia. Sebagai kekuatan strategis organisasi perempuan berkemajuan di Indonesia yang sarat tantangan di era percaturan dunia global.

Tidak hanya secara formal dan informal. Tapi pemetaan pengaderan juga mengedepankan data base kader fungsional. Ini karena adanya tuntutan ketersediaan kader yang siap di setiap posisi. Baik internal maupun eksternal. Sebagai estafet kepemimpinan ’Aisyiyah masa depan.

Ideologi kekaderan dan menjalankan kehidupan berdasarkan nilai ajaran Islam merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar pada diri pemimpin ’Aisyiyah masa datang. Visi perempuan berkemajuan dalam pengaderan pemimpin ’Aisyiyah memiliki konsep Islam yang cinta damai, antikekerasan perempuan dan anak, antidiskriminasi, antiketerbelakangan dan mendudukkan laki-laki perempuan setara sederajat.

Pilihan Program 

Khusus bidang kesejahteraan sosial, ada program perlindungan sosial. Meliputi isu perempuan, anak, disabilitas, dan lansia. Dari keempat isu, tiga divisi melakukan tugas berbeda tetapi saling keterkaitan. Semua berkaitan dengan pemahaman nilai Al Ma’un sebagai landasan gerak dakwah di masyarakat.

Merintis dan mengembangkan program pelayanan anak difabel dan layanan khusus lainnya sesuai kebutuhan masyarakat duafa, peningkatan perlindungan sosial terhadap anak yang menjadi korban kekerasan dan ekploitasi, anak terjangkit HIV, pernikahan anak, perdagangan anak dan perempuan.

Dilengkapi dengan mengembangkan Pusat Perlindungan Anak atau rumah aman dan Women Cricis Center (WCC) atau Rumah Sakinah. Sebagai pelayanan terhadap korban kekerasan perempuan dan anak. 

Tak kalah pentingnya isu perkawinan anak. Pemerintah sebenarnya sudah menaikkan angka usia pernikahan menjadi minimal 19 tahun melalui UU Nomor 16 Tahun 2019. Tapi data terbaru menunjukkan, angka perkawinan anak di Indonesia menduduki peringkat ke-2 tertinggi di ASEAN dan peringkat ke-8 di dunia. Jika ini dibiarkan maka Indonesia akan kehilangan generasi muda masa depan. Mereka yang harusnya mendapat ijazah, malah mendapat ”ijab sah”. 

Pada konteks lansia, program terbagi dua kategori yaitu lansia produktif dan lansia dengan gangguan fisik dan psikis. Lansia produktif disiapkan tetap bermanfaat di usia senjanya dan menyiapkan lansia untuk kehidupan kekalnya kelak.

Untuk lansia yang membutuhkan bantuan telah disiapkan tenaga perawat lansia. Ada kursus pramurukti yaitu mencetak tenaga terampil perawat lansia secara profesional. Sejauh ini telah dilakukan di Jawa Timur dan DI Yogyakarta.

Isu disabilitas dilakukan dengan meningkatkan aksesnya di semua sektor. Terutama yang berkaitan dengan pelayanan dan ruang publik. Sehingga tidak ada diskriminasi dalam segala lini terhadap kelompok difabel dalam menggunakan hak politik dan sosialnya sebagai warga negara. Bersinergi dengan Majelis Ekonomi untuk meningkatkan pendapatan keluarga disabilitas dengan memberikan keterampilan dengan assessment akan potensinya. (Oleh: Ir Siti Asfiyah MKP, Sekretaris Majelis Kesejahteraan Sosial Pimpinan Pusat ’Aisyiyah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: