Tantangan Perawat di Masa Depan: Penyakit Gawat Jadi Penyakit Kronis

Tantangan Perawat di Masa Depan: Penyakit Gawat Jadi Penyakit Kronis

-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

PEMBANGUNAN kesehatan menjadi suprasistem terhadap pembangunan di bidang lainnya di Indonesia. Sebab, seluruh program pembangunan yang dilaksanakan selalu bersinggungan dengan pembangunan kesehatan

Sebut saja masalah kesehatan yang baru-baru ini terjadi. Persebaran virus Covid-19 mampu mengubah pembangunan ekonomi, pembangunan pendidikan, dan pembangunan di bidang lainnya. 

Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan kesehatan harus ditempatkan yang terdepan untuk meningkatkan kesejahtaeraan rakyat Indonesia. 

Untuk alasan tersebut, perhatian pemerintah terhadap pelayanan kesehatan kian hari kian meningkat. Efek terapeutiknya memang sangat besar untuk kelangsungan hidup penderitanya. 

Namun, untuk penyakit-penyakit gawat seperti HIV/AIDS, penyakit jantung, diabetes melitus, dan penyakit gagal ginjal, dengan mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik, mereka merasakan adanya kemajuan untuk keluhan yang dirasakan. Akan tetapi, mereka tidak mendapatkan jaminan kesembuhan yang optimal. Akibatnya, mereka harus menjalani pengobatan dan perawatan sepanjang hidup.

Secara tidak disadari, dengan meningkatnya perhatian terhadap pelayanan kesehatan, menempatkan penyakit gawat tersebut menjadi penyakit kronis. Itu akan meningkatkan jumlah penderita terkait hidup yang lama dengan penyakit kronis sehingga rentan dengan masalah-masalah psikologis.

Upaya untuk mempertahankan kondisi penyakit gawat dengan memperkuat pelayanan kesehatan saat ini didominasi oleh optimalisasi terhadap klinis farmakologis dan penguatan perawatan diri. Itu telah menomorduakan  masalah-masalah dari aspek psikososial. Dengan demikian, hal tersebut dapat mengubah sistem tatanan pelayanan kesehatan yang meliputi bio, psiko, sosial, kultural dan spiritual. 

Sangat jelas bahwa perhatian masalah-masalah fisik menjadi perhatian yang serius tanpa mempertimbangkan keprihatinan terhadap masalah-masalah psikososial maupun pengalaman yang traumatis akibat menderita penyakit kronis. 

Sementara itu, ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan yang dialami pasien itu, serta kondisi yang makin buruk akibat penyakitnya muncul sebagai pengalaman yang sangat menyakitkan dan ketidakpastian terhadap kondisi kesehatan mereka yang dialami sepanjang hidupnya, merupakan ciri tambahan dan pengalaman mereka akibat menderita penyakit kronis. 

Hal tersebut memaksa mereka untuk melakukan perubahan dari kegiatan rutinitas yang harus dijalani ke dalam pola kehidupan sosial yang baru. 

Kondisi itu memerlukan perubahan yang besar serta memerlukan penyesuaian kembali ke dalam kehidupan pribadi sehingga mungkin menyebabkan ketidaknyamanan yang cukup besar bagi mereka. Selain itu, stigma dan diskriminasi sering dialami orang-orang dengan penyakit kronis. 

Itu memicu stres interpersonal karena selalu terkendala untuk terlibat secara aktif dalam interaksi sosial. Oleh karena itu, pendekatan keperawatan psikososial menjadi solusi yang baik untuk membuat penderita penyakit kronis menjadi kuat secara psikologis. Harapannya, mereka menjadi tangguh dalam menghadapi tekanan mental yang berkepanjangan. 

Sebagai pertahanan untuk persuasi terhadap krisis sosial, penyesuaian psikososial menjadi komponen sangat penting dari perjalanan hidup orang yang hidup dengan penyakit kronis. Pasalnya, ada upaya untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik, psikologis, dan sosial saat hidup dengan penyakit mereka, dan itu dilakukan pada tingkat multidimensi. 

Mulai pemanfaatan ruang dan waktu, kehidupan keluarga, kehidupan sosial, hingga bagaimana menghadapi pola sakit dan pengobatan yang dijalani. Oleh karena itu, kehadiran perawat penting dan secara bersama-sama memperhatikan masalah-masalah psikososial, selain aspek fisik dalam bingkai satu kerangka konsep asuhan keperawatan yang holistik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: