Gelar Purnama, Reog Ponorogo Pukau Pengunjung Taman Budaya Jatim

Gelar Purnama, Reog Ponorogo Pukau Pengunjung Taman Budaya Jatim

Atraksi penyembur api sebagai bagian dari reog Ponorogo.-Julian Romadhon-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - "Jaranan Aulio Utomo Kalis ing Sambikolo!" Prolog penembang dari kelompok Turonggo Aulio Utomo menggema. Penari jaranan melakukan gerakan-gerakan atraktif. Mengitari panggung, laki-laki dan perempuan bergantian. 

Para pria berbeskap Jawa datang ke tengah-tengah panggung. Berdiri berjajar, berhadap-hadapan. Mereka lantas mengeluarkan keris masing-masing dari sarungnya, lantas menyorongkan miring ke atas. Seperti upacara pedang pora. 

Tokoh ratu, yang diperankan BRM Suryo Mulyo berjalan perlahan, didampingi dua orang, satu pemegang payung. Ia menjadi ratu yang memerintahkan agar semua orang menjaga persatuan dan keamanan bersama. 

BACA JUGA:Coldplay dan LGBT

BACA JUGA:PDIP Berduka, Mantan Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana Meninggal Dunia

Setelah mereka semua keluar panggung, jaranan laki-laki dan perempuan menari bergantian. "Lumaksono sagito-gito, sigro!", seru penembang dari Turonggo Aulio Utomo. 


Hudiyono, Kadisbudpar, naik ke atas kepala reog.-Julian Romadhon-

Penari pembawa celeng atau babi hutan datang, digambarkan bertempur dengan para penari jaranan. Lantas muncul penari barong dengan gerakan atraktif. Mulut barong dibuka-tutup hingga terdengar suara benturan. Tarian itu berkisah tentang mitologi pengusiran roh-roh jahat yang ada dalam hutan rimba. 

Pementasan itu bertajuk Gelar Purnama. Berlangsung pada 26 Mei 2023 di panggung terbuka kompleks Taman Budaya Jawa Timur. "Acara ini dalam rangka menyambut hari ulang tahun Taman Budaya Jawa Timur yang ke-45. Kami menghadirkan beberapa komunitas seni tradisi," ujar Ali Ma'ruf, Kepala UPT Taman Budaya Jawa Timur

Selain seni jaranan dari komunitas Turonggo Aulio Utomo, terdapat pementasan reog Ponorogo dari kelompok Singo Mangku Joyo. Hadir dalam acara tersebut, Siswandi, selaku ketua komunitas reog Ponorogo itu. 

"Perkembangan reog di tempat aslinya, Ponorogo, dan di berbagai daerah sudah sangat bagus. Tinggal upaya untuk terus melestarikannya. Agar senantiasa hidup," ungkap Siswandi. Dua kepala reog digunakan oleh para penari. Tampak lincah menari, meski berat masing-masing kepala reog itu mencapai 60-70 kilogram. 

Tokoh Prabu Kelono Sewandono datang dan menari dengan gagah di tengah-tengah para penari lain. Penampilan kolaboratif dua jenis kesenian, jaranan dan reog, diwarnai dengan atraksi pecut serta dua aktor yang menyemburkan api dari mulutnya. 

Ratusan pengunjung memadati sekitar panggung terbuka itu. Menandakan bahwa seni tradisi Nusantara masih banyak peminatnya. Mereka setia menonton pementasan, dari awal, pukul delapan malam hingga berakhir pada pukul sepuluh malam. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: