Peduli Lingkungan dengan Ramahkan Lautan Hingga Pegunungan

Peduli Lingkungan dengan Ramahkan Lautan Hingga Pegunungan

Serda Nurhadi menanam terumbu karang di areal pantai Bangsring, Banyuwangi.-Rozaq-

SURABAYA, HARIAN DISWAY- Lingkungan dan manusia saling membutuhkan. Tapi seringkali kerusakan lingkungan akibat ulah manusia yang akhirnya akan merugi sendiri. Memperbaiki lingkungan inilah yang menjadi sasaran lima finalis babinsa Inspiratif Brawijaya Awards 2023. Mereka memperbaiki lingkungan mulai dari dalam laut hingga lereng pegunungan.

Mereka adalah Serda Rusmali dari Kodim Nganjuk, Serka Trijoto Pristiwawan dari Kodim Kediri, Kopka Budi Rinarto dari Kodim Pasuruan, Serma Nurhadi dari Kodim Banyuwangi, dan Serma Chairul Hadiansyah dari Kodim Sumenep.

Salah satunya contoh hasilnya adalah Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi. Mungkin ini salah satu percontohan terbaik desa wisata bertema konservasi yang dikelola masyarakat. Transformasi desa ini terbilang dramatis. Dihidupkan oleh para nelayan yang dulunya adalah kumpulan pengebom, pemotas, dan perusak terumbu karang. Itu mereka lakukan untuk memburu ikan hias.

Kini mereka tergabung dalam Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti. Bertekad untuk menjaga dan merestorasi terumbu karang sepanjang Pantai Bangsring. "Mereka ini semua mantan-mantan kriminal," kelakar Serma Nurhadi, Babinsa pembina Desa Bangsring disambut tawa para nelayan. 

Bagaimana tidak, pada dekade tahun 2005-2011 an, kawasan terumbu karang terindah di pantai Banyuwangi tersebut habis tanpa sisa karena dipotak, dirusak, dan diracun. 

Akibatnya sangat terasa. Para nelayan semakin susah mencari ikan. "Kata ayah saya dulu, nyebur ke air saja sudah dapat ikan hias. Setelah rusak, kami harus cari ikan jauh ke tengah. Bahkan sampai muncar," kata Mastaliyanto, salah seorang nelayan. 

Sekarang, Bangsring jadi primadona kembali. Ikan-ikan hias sudah berkerumun di terumbu karang. "Dalam area konservasi ini dilarang menangkap ikan. Setelah 100 meter lepas pantai baru boleh," kata Sukirno, Ketua Kelompok nelayan. 

Lain lagi wilayah garap yang dilakukan Kopka Budi Rinarto, Babinsa Desa Watulumbung, Kecamatan Lumbang, di lembah Madakaripura lereng pegunungan Bromo, Pasuruan. 


Kopka Budi Rinarto dari Kodim Pasuruan dengan program penanaman durian di tanah tandus dengan biopori.-Rozaq-

Sebuah desa yang kering dan susah air. Sungai-sungai hanya berbentuk aliran tadah hujan dengan dasar yang kering saat musim kemarau. "Disini penduduk beli air. Satu jerigen 30 liter seribu rupiah. 1 truk tangki air Rp 250 ribu," kata Kepala Dusun Krajan 3 Desa Watulumbung. 

Para petani nya memanfaatkan lahan yang kering untuk menanam tanaman seperti rumput gajah, jagung, sampai yang paling populer: durian. 

Ya, durian Lumbang yang terkenal itu salah satunya berasal dari desa tempat Budi tinggal yang kebetulan juga desa binaannya sebagai babinsa. 

Kebetulan Budi juga menanam durian. Tantangan terbesarnya adalah air. "Karena durian itu tanaman rewel. Terlalu banyak air bisa mati. Kekurangan air juga mati," jelas Budi. 

Selama dua kali masa tanam, Budi sudah kehilangan puluhan bibit pohon durian. Pertama tahun 2019. Air tidak meresap rata, 10 pohon mati. Padahal per pohon modalnya tidak sedikit. Bisa 200 hingga 300 ribu rupiah. 

Kemudian muncul ide untuk membuat lubang resapan agar air langsung mengarah ke akar. Demi penghematan. Pertama dibuat lubang resapan dengan bambu. Ditancapkan di dekat akar. Air kemudian dituangkan ke lubang bambu yang berfungsi mengalirkan air langsung ke akar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: