Penjurian Lapangan Brawijaya Awards (6): Diserang Kantuk, Sampai Mojokerto Dini Hari

Penjurian Lapangan Brawijaya Awards (6): Diserang Kantuk, Sampai Mojokerto Dini Hari

Videografer Tim 1 Azka Baihaqi saat melompati tanah gembur di persawahan desa gedeg Mojokerto untuk merekam Babinsa Sertu Ahmad Abduh.-Boy Slamet-

Dari Trenggalek menuju Mojokerto. Perjalanan tengah malam hingga dini hari. Perjalanan itu melelahkan dan menguras tenaga. Tapi itu semua kami lakukan demi tugas mulia sebagai juri Babinsa Inspiratif Brawijaya Awarda 2023. Kami sampai di Mojokerto bersamaan dengan azan Subuh.

Hari telah gelap. Selesai dari Trengggalek kami menuju Mojokerto. Perjalanan panjang dan memakan waktu. Azka yang menyetir. Ia tetap bersikukuh mengemudi karena berkali-kali Azka bilang, bahwa menyetir adalah hobinya. Bahkan ia pernah ke Jawa Barat seorang diri dengan membawa mobil.

Ya sudah, menyetir sajalah kau. Di jalan, Dosen Probo sudah terlelap. Pak Boy tertunduk, hendak tidur. Dalam perjalanan sebelumnya, ketika saya mengantuk, Pak Boy selalu mencolek dan tanya, "Ruh, jare turu, Ruh (Ruh, katanya (mau) tidur)?"  Itulah momen yang tepat bagi saya untuk membalasnya.

Safety belt di kursinya ditekuk dan jadi penopang kepala. Saat memejamkan mata dan terlelap, saya mencoleknya. "Pak, jare turu, Pak?". Ia tergagap, kemudian bangun. "Eh, opo?," tanyanya. Masih berusaha mengumpulkan kesadaran. "Jare turu?," tanya saya lagi. 

"Ooo.. enggak, aku gak turu. Lagi leyeh-leyeh (santai) kok," katanya. Saya melakukannya beberapa kali hingga bosan. Lalu saya ikut tidur.

Baru ketika sampai di Kediri, saya bangun. Perut keroncongan. Lalu saya meminta Azka untuk mencari warung pinggir jalan. Makan malam. Eh, lebih tepatnya makan pagi. Karena sudah pukul 2 dini hari. Kami berempat memilih nasi pecel tumpang di dekat stasiun Kediri. Makan dengan lahap.

Dengan makan, kami berharap dapat energi ekstra. Kesadaran penuh dan bisa saling ngobrol di jalan. Menemani Azka supaya fokus mengemudi. Tapi nyatanya tiga orang selain Azka di dalam mobil terlelap semua. Kekenyangan bisa bikin ngantuk!

Saya baru terbangun ketika berada di dalam tol. Saat itu tiba-tiba mobil bergerak ke kiri dengan spontan. Azka rupanya juga diserang kantuk! Saya berkali-kali mengajaknya ngobrol dan menawarinya untuk berganti posisi. Saya yang nyetir, ia jadi petugas pintu masuk tol. Maaf, saya nyetir, ia di belakang, tidur. Tapi Azka tetap tak mau.

Masuk Mojokerto melalui google maps saya memandu Azka mencari hotel terdekat. Ada satu hotel yang sepertinya lumayan bagus dan terdaftar di aplikasi pemesanan hotel online. Tapi setelah didatangi, hotelnya tutup. 

Ada spanduk besar bertuliskan: Dijual. "Mas, hotel tutup gini kok mau di-booking," protes Azka. Belum sempat saya menjawab, Azka sudah tertidur pulas. Ia tampak sangat capek.

Saya membangunkan kemudian menyuruh Azka pindah ke belakang. Saya yang menyetir. Cari hotel. Hotel apa pun, yang penting bisa untuk istirahat. Saat itu sudah pukul 4.30. Saya melaju perlahan, lantas menemukan hotel melati di pinggir jalan. Kemarin sudah menyewa hotel melati, sekarang melati lagi. Ah, bodo amat, asal bisa tidur dan meluruskan kaki.

Setelah bertransaksi, kami mendapat dua kunci kamar. Saya langsung masuk dan merebahkan diri di tempat tidur. Tak lama setelah itu saya pulas. Paginya, pukul tujuh, Pak Boy dan Azka membangunkan kami. Azka terlihat masih kepayahan. Secangkir kopi di sampingnya mungkin cukup untuk membangun kesadarannya lagi.


Juri Tim 1 saat mewawancarai sertu Nurhidayat babinsa desa Gondang Mojokerto.-Boy Slamet-

"Makan pagi," kata Pak Boy. Pihak hotel mengirim makanan untuk kami. Menu sarapan sederhana yang cukup mengenyangkan. Minumnya teh hangat. Duh, pagi dan rasa lelah yang terbayar.

Pukul sembilan, kami ke Kodim Mojokerto. Di sana kami diarahkan menuju Koramil Gedek melakukan penilaian terhadap Sertu Ahmad Abduh, pemilik inovasi pupuk organik yang mampu memberdayakan petani desa setempat.

Sumber: