Mutilasi di Trosobo, Sidoarjo, Jatim, dalam Kacamata Rational Choice Theory

Mutilasi di Trosobo, Sidoarjo, Jatim, dalam Kacamata Rational Choice Theory

Ilustrasi mutilasi di Trosobo, Sidoarjo, Jatim.--

Selain faktor pencetus dan pendorong, terdapat faktor lain. Yaitu, dinamika yang terjadi ketika mayat tersebut hadir sebagai bentuk benda yang seharusnya tidak ada dan harus disingkirkan. 

Keterbatasan rasional pelaku dalam menganalisis permasalahan yang ada membuat tindakan yang diambilnya (memutilasi) adalah hasil pengambilan keputusan sesaat, tanpa mempertimbangkan lagi kemungkinan lain.

Motif pelaku adalah menghilangkan jejak pembunuhan. Setelah membunuh, pelaku punya tiga pilihan. 

Pertama, membiarkan korban pada tempat pembunuhan. Kedua, membuang atau mengubur di suatu tempat. Ketiga, memutilasi agar memudahkan pelaku mengangkut untuk dibuang di suatu tempat.

Fadil menggunakan analisis rational choice theory (RCT) untuk menjelaskan fenomena tersebut. Artinya, pembunuh pemutilasi cocok dengan RCT. 

RCT adalah teori sangat kuno. Dikutip dari buku karya Raymond Boudon bertajuk Beyond Rational Choice Theory. Teori tersebut dicetuskan ekonom politik dan filsuf Skotlandia, Adam Smith (16 Juni 1723–17 Juli 1790). Meski awalnya itu teori ekonomi, kemudian digunakan juga di sosiologi dan kriminologi.

Inti RCT dalam kriminologi adalah pelaku kriminal mengikuti proses pemikiran logis. Pelaku secara sadar menganalisis dan menimbang manfaat dan kerugian sebelum melakukan kejahatan. 

Jika biaya yang dirasakan untuk melakukan kejahatan lebih besar daripada manfaat, tindakan sangat mungkin tidak dilakukan. 

Artinya, semua pelaku kejahatan mengalkulasi untung dan rugi. Dalam hal ini, biaya adalah risiko jika tertangkap polisi dan dibui atau dihakimi massa. Sedangkan untuk hasil atau manfaatnya, cuma pelaku yang tahu besarannya.

Ditarik garis lebih mundur lagi, dasar pemikiran RCT adalah pemikiran filsuf Inggris Thomas Hobbes (5 April 1588–4 Desember 1679). Hobbes menyatakan bahwa semua manusia mengejar kepentingan diri sendiri, dengan sedikit memperhatikan dampak pengejaran tersebut terhadap orang lain. Maka, harus ada individu atau lembaga pengekang tindakan kriminal manusia. Tujuannya, masyarakat tidak kacau.

Kesimpulan dari aneka teori di atas adalah semua manusia ingin menangnya sendiri. Dengan sedikit memperhatikan dampaknya terhadap orang lain. Semua manusia mengalkulasi tindakan mereka, termasuk membunuh. Jika untung dilakukan, jika tidak dibatalkan (niat melakukan kejahatan).

Pastinya, itu analisis kriminologi. Sebaliknya, bagi pelaku kejahatan, mereka tidak merasakan berpikir rasional mendalam untung-rugi. Penjahat bertindak setelah berpikir sejenak dan dirasa menguntungkan, maka dilakukan.

Mutilasi lebih sulit diungkap polisi daripada pembunuhan yang korbannya ditinggalkan di TKP. Sedangkan biaya mutilasi adalah membeli gergaji atau alat pemotong tulang manusia. Imbalan bagi pembunuh, polisi sulit mengungkapnya. Kalkulasinya, harga gergaji berbanding dengan risiko dibui. 

Maka, pembunuh pilih mutilasi. Biaya lebih murah jika dibandingkan dengan hasil. Cocok dengan RCT.

Namun, RCT kemudian dilawan teori berikutnya (sebagai antitesis) yang menyatakan, RCT tidak berlaku bagi pembunuh gila. Orang gila membunuh pasti tanpa mikir untung dan rugi. Langsung bunuh. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: