Penjurian Lapangan Brawijaya Award (29): Bojonegoro-Tuban, Perjalanan yang Mengesankan
Jalan menuju ke kampung Pancasila di Dusun Sidokumpul, Desa Leran, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro.-Moch Sahirol Layeli-
“Ini kok banyak kendaraan dari arah berlawanan. Tapi, dari tadi kita jalan, tidak ada satupun rumah yang kita lewati. Mereka semua dari mana ya,” tanyaku.
“Mungkin di sana ada mas. Sudah kadung sampai di sini. Jauh lagi kalau putar balik,” timpal Sahirol sambil matanya terus menatap google map.
Sekitar setengah jam kami berjalan, akhirnya bertemu dengan perkampungan. Dalam pemikiran kami, sebentar lagi kami akan bertemu jalan besar. Ternyata salah. Kita kembali memasuki kebun jagung. Jalannya hampir sama dengan yang awal kami lewati.
Saat itu, saya tidak mengetahui lagi apa yang dilakukan Pak Gitadi dan Bagus di kursi tengah. Saya hanya fokus ke depan sambil mendengarkan arahan dari Sahirol. Beberapa kali kami melewati perkampungan dan kembali ke kebun jagung.
Pola itu terus terjadi. Sekitar satu jam setengah kami melintasi jalur yang di pandangan mata kami selalu sama. Mulai jalannya, rumahnya sampai kebun jagung. Pun di dalam mobil itu, sudah tidak ada suara lagi. Selain suara Sahirol yang menjadi penunjuk arah.
Saya sudah ingin buang air kecil. Tapi, karena saya takut dan gak berani berhenti, akhirnya saya harus tahan.
“Sampai kapan kita harus seperti ini, rol,” ucapku untuk berusaha menghilangkan ketakutan.
“Kalau di map sini sih, bentar lagi bang. Ini daerah kuningnya sudah mau habis. Memang sangat panjang tadi daerah kuningnya,” kata Sahirol.
Akhirnya kami keluar juga dari tempat itu. Tanpa terasa, kami sudah tiba di lokasi tujuan: kediaman Peltu Sonhaji, babinsa di Desa Pugoh, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban. Setibanya di tujuan, kami langsung berburu toilet untuk buang air kecil.
Sekitar pukul 20.00 kami sampai di lokasi tujuan kami. Saat itu, pak dosen barulah berani menceritakan isi pikirannya selama perjalanan di kebun jagung itu.
“Saya tadi sempat suudzon loh mas. Saya pikir, kita tadi disesatkan makhluk halus. Karena, saya lihat rumah dan jalannya itu semua sama. Polanya sama persis,” ucapnya.
Lettu Inf Anang pun sudah khawatir dengan keberadaan kita. Saat kita menceritakan pengalaman itu, ia pun kaget. “Bersyukur bisa keluar dan map-nya berfungsi. Biasanya, googlemap pasti mati,” ucapnya. Kami pun bersyukur bisa melewati perjalanan itu. (*)
Terpaksa menginap di hotel yang seram. Baca edisi besok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: