Penjurian Lapangan Brawijaya Award (29): Bojonegoro-Tuban, Perjalanan yang Mengesankan

Penjurian Lapangan Brawijaya Award (29): Bojonegoro-Tuban, Perjalanan yang Mengesankan

Jalan menuju ke kampung Pancasila di Dusun Sidokumpul, Desa Leran, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro.-Moch Sahirol Layeli-

Di luar ekspektasi. Mulai babinsa (bintara pembina desa) ketiga di Bojonegoro, langsung dihadapkan dengan jalan yang rusak. Belum lagi, perjalanan menuju Tuban. Menjadi cerita baru bagi kami yang tidak bisa dilupakan.

Alunan musik dari marching band menyambut kedatangan kami di kampung Pancasila, Dusun Sidokumpul, Desa Leran, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro. Sekitar lima menit kami berjalan dan berhenti di depan tugu burung Garuda yang dibangun sejak 2019.

Saya dan Pak dosen (Gitadi Tegas Supramudyo, red) dibuat mati gaya. Karena penyambutannya sangat meriah. Para pemuda menggunakan seragam bela diri berdiri di pinggir jalan. Di depannya, berdiri anak-anak sekolah berseragam lengkap.


Mobil tim juri 4 di tengah kebun jagung menuju Tuban setelah penjurian di Bojonegoro.-Moch Sahirol Layeli-

Kami merasa seperti pejabat daerah. Diperlakukan sangat istimewa. Belum lagi, saat mendengar cerita dari Kepala Desa Leran Muttabiin. Ia menceritakan jika, mereka sudah menunggu rombongan tim juri babinsa inspiratif Brawijaya Awards sejak pukul 09.00.

Sertu Yazid Arafat, babinsa desa tersebut mengaku tidak mengetahui akan ada penyambutan semeriah itu. Sebab, sejak pagi ia menunggu rombongan kami di gapura menuju kampung tersebut. Di simpang empat Dusun Kuce.

BACA JUGA:Penjurian Lapangan Brawijaya Award (28): Lapar Lemas, Kenyang Ngantuk

Ia didampingi Muttabiin dan beberapa personel TNI-AD lainnya. Jarak dari gerbang tersebut ke kampung Pancasila sekitar 5 kilometer. Kami menggunakan Honda Mobilio. Karena jalan yang sangat rusak, kami tidak diperbolehkan masuk menggunakan mobil yang kita bawa.

Sertu Yazid pun menawarkan agar kita menggunakan mobil Muttabiin. Karena mobilnya yang lumayan tinggi. Muttabiin sendiri yang mengemudikan mobil tersebut. Hanya sebentar, kami sudah berada di desa yang penuh dengan toleransi antarumat beragama itu.

Di waktu yang singkat itu, kami sempat berbincang-bincang dengan tokoh agama di sana. Ada empat orang. Dari Islam Kiai Fauzan dan Kiai Nur Chusen. Sementara tokoh agama Kristen ada Hartono dan Ririn Sulistiyono.

Sekitar pukul 17.09, kami meninggalkan desa itu. Kami juga kembali diantar oleh Muttabiin. Kami langsung menuju Tuban. Kami sudah dihubungi Lettu Inf Anang, Pasiter Kodim 0811/Tuban. Sebetulnya, kami janjian bertemu sejak pukul 15.00.

“Mas Michael sudah terima kiriman lokasi di Tuban,” kata Pak Dosen.

“Sudah Pak. Ini kita langsung bertemu di kediaman Peltu Sonhaji, Pak,”  kataku sambil mengemudikan mobil.

Jarak dari kampung Pancasila ke Desa Pugoh, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban itu ditempuh selama dua jam. Di sinilah peran penting Sahirol. Ia menjadi navigator yang sangat andal. Ketika itu, kami diarahkan Google map masuk ke perkebunan jagung.

Awalnya tidak ada perasaan macam-macam. Namun, perlahan, pemikiran negatif mulai muncul. Tetapi, Pak Dosen menjadi orang yang memberikan aura positif bagi kami.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: