Jual Ginjal… Jual Ginjal…

Jual Ginjal… Jual Ginjal…

KADIV Keimigrasian Kanwil Kemenkum HAM Jatim Hendro Tri Prasetyo (tengah), didampingi pihak kepolisian, menunjukkan barang bukti penangkapan sindikat perdagangan ginjal internasional.-Humas Kemenkum HAM Jatim-

Berdasar laporan Dubes Inggris untuk PBB di Wina Robert Leigh Turner, dipublikasi di Cambridge Quarterly of Healthcare Ethics, 6 Desember 2019, di Filipina sebelum 2008 penjualan organ manusia malah didukung pemerintah. Setelah 2008 dilarang.

Tapi, masih sangat banyak yang dilakukan secara gelap. Turner tidak menyebutkan angka. Namun, ribuan organ manusia diekspor dari Filipina per tahun.

Afghanistan juga pemasok besar organ manusia. Bahkan, sebelum negara yang berantakan akibat perang saudara itu dikuasai Taliban, 11 Agustus 2021.

Dikutip dari The New York Times, 6 Februari 2021, berjudul In Afghanistan, a Booming Kidney Trade Preys on the Poor, pusat transplantasi organ dalam ilegal ada di Loqman Hakim Hospital, Kota Herat, Afghanistan. 

Kebanyakan, penjual dan pembeli bertemu di sana. Bertransaksi. Langsung ditransplantasi di sana. Maka, banyak orang asing, umumnya dari AS (sebelum penarikan mundur pasukan AS dari sana), datang ke sana untuk ganti organ.

Meski di sana penjualan organ ilegal, transaksi ramai. Sampai para dokternya kewalahan memindahkan organ dari penjual kepada pembeli.

Reporter The Times mewawancarai calon pembeli ginjal di sana. Bernama Ahmed Zain Faqir, 37, seorang guru yang mencari ginjal untuk ayahnya.

Ahmed kepada The Times: ”Orang-orang ini, mereka butuh uang. Jadi, tidak ada paksaan.” Berkata begitu, ia menunjuk pemuda yang lalu lalang di sekitar rumah sakit. Ia cari pembenaran meski undang-undang setempat melarang jual beli organ.

Ternyata, betul kata Ahmed. Laporan The Times menggambarkan, ketika sedang diwawancarai, Ahmed sudah diincar Halem Ahmad, 21, yang ngebet ingin menjual ginjalnya.

Halem sekalian diwawancarai. Ia seorang petani dari luar Kota Herat. Saat itu ia panik karena gagal panen. Keluarganya butuh duit buat makan sehari-hari. Ia sudah menginap beberapa hari di bedeng gelandangan di Herat. Demi mengejar orang pencari ginjal. 

Saat itu Halem sudah hampir menemui Ahmed yang kelihatan celingak-celinguk tanda mencari orang yang mau jual ginjal. Ahmed keburu diwawancarai wartawan sebelum Halem mendekat.

Setelah Ahmed diwawancarai wartawan, Halem malah kabur. Mungkin ia takut. Tanda, bahwa jual beli organ di sana adalah melanggar hukum. Tapi, wartawan kehilangan jejak sehingga tidak menangkap peristiwa transaksi. 

Wartawan mewawancarai staf rumah sakit itu. Namanya Masood Ghafoori, manajer keuangan senior. Dipancing wartawan, berarti rumah sakit menghasilkan banyak uang dari transplantasi itu?

Dijawab singkat Masood: ”Bisa dibilang begitu.” Lalu, ia pergi menghindari pertanyaan lanjut.

Wartawan menemui dr Farid Ahmad Ejaz. Bertukar kartu nama. Di kartu nama si dokter tertera: Founder of Kidney Transplant in Afghanistan. Jadi, sungguh transaksi dan transplantasi organ di sana terbuka dan tertutup. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: