MUI Apresiasi Langkah MA Larang Pernikahan Beda Agama
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Niam Sholeh--Twitter.com/bnpb_indonesia
HARIAN DISWAY - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung keputusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pencatatan pernikahan pasangan yang berbeda agama.
Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2/2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh mengapresiasi langkah MA ini. Ia menuturkan, dalam proses penetapan SEMA ini, MA mengundang tokoh-tokoh agama untuk dimintai pendapatnya.
Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta tersebut menjelaska, Undang-Undang Perkawinan secara gamblang telah menjelaskan bahwa perkawinan yang sah adalah jika dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama.
Dengan demikian, peristiwa pernikahan itu pada hakikatnya adalah peristiwa keagamaan dan negara hadir untuk mengadministrasikan sebagai bukti keabsahan perkawinan.
BACA JUGA:Menikah dengan Kontroversi Beda Agama, Mikha Tambayong Resmi Ganti Nama
"Pencatatan perkawinan itu merupakan wilayah administratif sebagai bukti keabsahan perkawinan. Kalau Islam menyatakan perkawinan beda agama tidak sah, maka tidak mungkin bisa dicatatkan," jelas Niam pada Selasa, 18 Juli 2023.
Jadi menurut Niam sudah seharusnya tidak ada celah untuk praktik perkawinan beda agama. Islam telah mengharamkan untuk adanya perkawinan beda agama dan Undang-Undang perkawinan mengatur larangan perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku melarang.
SEMA ini akan berperan dalam menegaskan larangan tersebut untuk dijadikan panduan hakim. Karenanya pelaku, fasilitator, dan penganjur kawin beda agama adalah melanggar hukum.
BACA JUGA: Gugat PN Surabaya, Minta Batalkan Izin Nikah Beda Agama
“Aturan ini wajib ditaati semua pihak, terutama bagi hakim yang selama ini tidak paham atau pura-pura tidak paham terhadap hukum perkawinan,” ujar Prof Niam.
Niam mengaku menjadi salah satu tokoh yang hadir untuk mendiskusikan berbagai permasalahan seputar perkawinan beda agama, kasus-kasus putusan peradilan yang beragam, dan pentingnya memberikan panduan agar dipedomani para hakim.
Niam menyebut bahwa penerbitan SEMA ini sangat tepat untuk memberikan kepastian hukum dalam perkawinan dan upaya menutup celah bagi pelaku perkawinan antar agama yang selama ini bermain-main dan berusaha mengakali hukum.
Selama ini ia melihat bahwa selama ada saja orang yang mengakali hukum dengan mengajukan penetapan putusan pengadilan dengan dalih Undang-Undang Administrasi Kependudukan. (Nela Erdianti)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: