Sinead O’Connor dan Pembakar Alquran
Ilustrasi Sinead O'Connor -Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Seorang imigran Swedia asal Irak bernama Salwan Momika melakukan hal yang sama. Saat pelaksanaan Iduladha di sebuah masjid di Stockholm, dia melakukan demonstrasi dengan membakar Al-Qur’an. Undang-undang Swedia tidak melarang pembakaran kitab suci agama apa pun. Karena itu, Momika tidak bisa ditangkap.
Namun, reaksi dunia Islam sangat keras. Protes keras dari berbagai negara dilayangkan kepada pemerintah Swedia. Kantor kedutaan besar Swedia di Irak dan beberapa negara Islam dikepung pengunjuk rasa muslim. Mereka menuntut Momika diekstradisi untuk dihukum di Irak.
Kebencian akibat salah paham terhadap Islam menjadi fenomena yang luas di Eropa. Islamofobia masih menjadi fenomena yang umum di banyak wilayah Eropa. Namun, bersamaan dengan itu, makin banyak orang Eropa yang tertarik kepada Islam dan menjadi mualaf.
Fenomena Sinead O’Connor menunjukkan bahwa mereka yang mempelajari agama-agama dengan serius pada akhirnya akan menemukan kebenaran. Sebelumnya, penyanyi Cat Steven yang sangat populer pada era 1970-an masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Yusuf Islam. Generasi senior penggemar musik tentu mengenal Steven melalui lagu hit Morning Has Broken.
Fenomena Sinead O’Connor mirip dengan pengalaman Karen Armstrong, penulis buku-buku perbandingan agama dari Inggris. Armstrong pernah menjadi seorang biarawati, tetapi kemudian melarikan diri dan memutuskan untuk melepas semua agama. Dia kemudian mempelajari semua kitab suci agama dan menjadi penulis yang sangat populer.
Karya dia yang paling populer adalah The History of God, menelusuri Tuhan-Tuhan semua agama. Dia mengungkapkan sejarah Tuhan yang dicari oleh manusia sepanjang sejarah manusia itu sendiri. Dia menulis mengenai semua agama, tetapi terasa lebih simpatetik kepada Islam, meskipun dia mengaku tetap ateis.
Salah satu karyanya berjudul The Lost Art of Scriptures (Hilangnya Seni Membaca Kitab-Kitab Suci). Amrstrong menelusuri tradisi ratusan tahun agama-agama dalam hal pengamalan dan pembacaan kitab-kitab sucinya. Armstrong menemukan benang merah kesamaan tradisi seni dalam pembacaan kitab-kitab suci itu.
Sinead O’Connor mengikuti tradisi pengembaraan Karen Armstrong meski titik akhirnya tidak sama. O’Connor menemukan kebenaran pada Islam, Armstrong menemukan kebenaran pada semua agama. Kematian Sinead O’Connor terasa tragis. Sebab, beberapa tahun sebelum kematiannya, dia menderita tekanan jiwa, terutama karena problem mental yang dialami.
Sinead O’Connor adalah seorang martir. Kematiannya mungkin bisa membuka mata para pembenci agama dan kitab suci untuk menghentikan kebenciannya terhadap agama dan kitab suci. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: