Untuk Kali Pertama, WHO Bikin KTT Tentang Obat Tradisional
Bhavani Raja (kiri), pakar pengobatan ayurveda, mengobati pasiennya di SGVP Holistic Hospital, Shrinagar, India, Agustus 2023.-Sam Panthaky-AFP-
GANDHINAGAR, HARIAN DISWAY – Akhirnya, pengobatan tradisional dilirik oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melirik obat tradisional secara serius. Mereka mengadakan konferensi tingkat tinggi (KTT) yang khusus membahas obat tradisional tersebut.
KTT itu diadakan di Gandhinagar, India, 17-18 Agustus 2023. Bersamaan dengan pertemuan para menteri kesehatan G20.
Rencananya, KTT itu akan menjadi agenda tahunan. Dan pelaksanaanya berdekatan dengan pembukaan Pusat Pengobatan Tradisional Global WHO di Gujarat, India, tahun lalu.
Lewat konferensi itu, WHO ingin mengumpulkan bukti dan data yang komplet. Untuk meneliti tingkat keamanan terapi obat tradisional.
Menurut WHO, terapi tradisional menjadi pilihan utama bagi jutaan orang di seluruh dunia. Lewat konferensi itu, WHO ingin mengumpulkan para pembuat kebijakan dan akademisi guna mendorong komitmen politik dan tindakan berdasar bukti ilmiah.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, organisasinya ingin membangun bukti dan data. ’’Sehingga nantinya ada kebijakan, standar, serta regulasi penggunaan obat tradisional secara aman, ekonomis, dan adil,’’ katanya.
BACA JUGA : Battra Unair Gandeng Lurah Tambak Wedi Cegah Stunting Pakai Pijat Tradisional
BACA JUGA : Jamu Iboe Dorong Pelestarian Kebiasaan Minum Jamu di Acara Wastra-Rasa Nusantara
Tedros menggarisbawahi bahwa terapi tradisional berpotensi untuk menjembatani kesenjangan akses kesehatan. Asalkan digunakan dengan tepat, efektif, dan—yang terpenting—aman. Semuanya harus berbasis bukti ilmiah.
Harold Varmus, Ketua Dewan Sains WHO dan penerima penghargaan Nobel, mengungkapkan pentingnya memahami kandungan bahan dalam terapi tradisional. Bahan itu harus diidentifikasi manfaatnya dalam kasus tertentu sehingga bisa mengidentifikasi obat tradisional yang efektif.
Meski begitu, Varmus tetap menegaskan bahwa perlu ada pemahaman ilmiah yang kuat dalam praktik tersebut.
Meskipun pengobatan tradisional digunakan luas di beberapa negara, kritik terhadap praktik itu tidak dapat diabaikan. Banyak obat tradisional yang tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Selain itu, industri pengobatan tradisional juga dikaitkan dengan perdagangan hewan langka yang dapat mengancam keberlangsungan spesies.
Moncer saat Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 meningkatkan penggunaan obat tradisional. Termasuk lewat jamu atau minuman herbal. Namun, penggunaan Artemisia, sebuah tanaman yang dipromosikan oleh Presiden Madagaskar sebagai obat Covid-19, mendapat kontroversi dan kritik dari banyak pihak.
WHO menekankan pentingnya pengembangan ilmu pengetahuan dalam terapi tradisional dengan standar yang ketat. Itu seperti penerapan obat lain dalam bidang kesehatan lainnya.
Vivian Tatiana Camacho Hinojosa, Direktur Nasional Pengobatan Leluhur Bolivia (kiri) berbincang dengan Menteri Kesehatan Bhutan Lyonpo Dasho Dechen Wangmo saat KTT WHO di India, 17 Agustus 2023.-Sam Panthaky-AFP-
Dari 194 negara anggota WHO, ada 170 negara mengakui terapi obat tradisional sejak 2018. Namun, hanya 124 negara yang punya undang-undang atau peraturan mengenai penggunaan obat herbal. Yang lain hanya punya kebijakan nasional terkait metode dan penggunaan terapi tradisional.
WHO menyatakan bahwa walaupun sumber alami tidak selalu aman. Penggunaannya yang sudah berabad-abad memang bisa jadi dasar keamanannya. Tetapi, proses ilmiah tetap harus diterapkan untuk menghasilkan bukti yang kuat.
Saat ini, ada 40 persen produk farmasi yang berasal dari bahan alami. Beberapa di antaranya merupakan modifikasi dari terapi tradisional. Misalnya, Aspirin yang diolah dari kulit pohon Willow.
BACA JUGA : WHO Kecam Delapan Obat Sirup Mengandung Zat Berbahaya
BACA JUGA : Ida Dayak Khusus Obati Keluarga Pejabat di Surabaya
Meski begitu, respons negatif terhadap inisiatif WHO tidak bisa dihindari. Beberapa kritikus online menuduh WHO memberikan validasi ilmiah pada praktik pseudosains atau ilmu yang tidak memiliki dasar ilmiah.
Kritik ini muncul setelah WHO menyebut penggunaan homeopati dan naturopati.. Homeopati dan naturopati adalah pengobatan alternatif untuk kesehatan.
WHO kemudian merespons kritik itu melalui media sosial. Mereka mengakui kekhawatiran tersebut dan berjanji akan memberikan data-data yang lebih baik di masa depan. (Nathan Gunawan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: