Sering Jadi Korban Perundungan, Mahasiswa PPDS Kerap Drop Out
Direktur Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kesehatan Kemenkes dr Zubaidah Elvia (kanan) mendampingi dokter muda korban perundungan di RSUD Lampung pada 27 April 2023.-Kemenkes RI-
SURABAYA, HARIAN DISWAY – Perundungan di dunia kedokteran terjadi sejak puluhan tahun lalu. Sudah menjadi semacam tradisi. Bahkan, seolah dianggap “wajar” oleh para pelakunya. Korban yang tak tahan pun bisa stres hingga depresi, lantas ogah melanjutkan studi.
Itu dialami oleh Himawan (nama samaran). Kini, karirnya di dunia kedokteran suram. Cuma bisa serabutan. Menunggu panggilan dari satu klinik ke klinik lain. Keliling Jakarta Timur hingga Bekasi.
Seharusnya, lelaki asal Padang, Sumatera Barat, itu meraih gelar spesialis bedah umum dari Universitas Diponegoro. Tetapi, impiannya harus berhenti singkat. Bahkan, cuma bertahan di tahun pertama.
“Saya diolok-olok. Sering dikatain gendut, tambun, pokoknya kata-kata kasar,” ujarnya saat dihubungi, Jumat, 18 Agustus 2023. Ia mengaku jadi korban perundungan era 1999-2000. Hanya karena sering terlambat membayar SPP kuliah.
Ironisnya, pelaku perundungan itu bukan sesama mahasiswa. Bukan pula para senior. Tetapi, justru beberapa dosennya sendiri. Himawan pun sering didesak mencari utangan.
BACA JUGA : Model-Model Perundungan di Kalangan Dokter: Disuruh Laundry Sampai Diperas Puluhan Juta
Ia pun sempat stres. Patah arang. Kemudian memutuskan berhenti melanjutkan studi spesialis impiannya. “Waktu itu jalan saja rasanya kayak melayang-layang. Pusing. Sakit hati sampai sekarang,” ujar lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas tahun 1991 itu.
Perundungan juga terjadi di sekitarnya. Ia kerap mendengar cerita dari seniornya yang lebih dulu kerja praktik di rumah sakit. Mereka jadi sasaran empuk para senior di atasnya lagi.
Para senior sering memperlakukan junior bak seorang budak. Diperintah hal-hal yang di luar kepentingan pendidikan. Tak jarang juga harus keluar uang pribadi dari kantong.
“Memang nggak sederhana. Bentuknya sangat bermacam-macam. Banyak yang terpaksa DO saking nggak kuatnya,” ujar mantan manajer data dan juru bicara satgas Covid-19 Jawa Timur Makhyan Jibril. Ia pun sering mendapat keluhan dari beberapa kawannya saat menempuh PPDS. Khususnya, yang kerja praktik di rumah sakit luar Pulau Jawa.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau RSUD dr Moewardi Solo pada Januari. Ia selalu memastikan pelayanan prima setiap rumah sakit di Indonesia.-Kemenkes RI-
Menurut Jibril, tidak semua mahasiswa PPDS yang mengalami perundungan. Paling banyak cuma di sejumlah prodi. Seperti prodi spesialis bedah umum, bedah syaraf, dan penyakit dalam.
“Nggak semua center seperti itu. Ada juga prodi yang sudah meninggalkan tradisi buruk itu sejak lama,” katanya. Seperti PPDS kardiologi yang baru saja ditempuhnya di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Lingkungannya sangat sportif dan saling memotivasi satu sama lain.
Itu dibuktikan dari karir Jibril. Ia pun diberi kesempatan yang luar biasa. Yakni menjadi juru bicara Satgas Covid-19 di Jawa Timur saat usianya masih 30 tahun. Persis dua tahun lalu.
Jibril dipercaya oleh Ketua Satgas Covid-19 Jawa Timur dr Joni Wahyuhadi yang juga menjabat sebagai direktur utama RSUD Dr Soetomo, Surabaya. Sejak itulah lelaki asal Malang ini sering berkoordinasi dengan para pejabat. Bahkan dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Artinya, kata Jibril, tradisi perundungan itu bergantung pada setiap lingkungan. Ia pun berharap perundungan segera lenyap dari kampus kedokteran maupun rumah sakit. “Apalagi sekarang sudah ada posko pengaduan dari Kemenkes. Perlahan pasti bisa dihilangkan,” ujarnya.
BACA JUGA : Perundungan Bikin Dokter Muda Depresi, Jadi ’’Langganan’’ di Lima RS Milik Kemenkes
Direktur Utama RS Unair Prof Nasronudin pun sepakat dengan adanya Instruksi Menteri Kesehatan tentang Pencegahan Perundungan itu. Semua kampus maupun rumah sakit yang menjadi lokasi praktik harus ditegur. Dan para pelaku diberi sanksi.
“Apalagi kalau sampai ada pungutan liar puluhan juta,” kata lelaki asal Ponorogo itu saat ditemui di kantornya, Jumat, 18 Agustus 2023. Ia pun pernah menjadi korban perundungan. Yakni saat kerja praktik spesialis penyakit dalam di salah satu rumah sakit terbesar di Jawa Timur. Hampir 30 tahun lalu.
Bentakan, makian, hingga pengucilan kerap diterimanya dari para senior. Bahkan, ia sempat diangkat kerah bajunya. Disudutkan ke tembok.
Tidak hanya dirinya yang jadi korban. Hampir semua kawan sebayanya pun demikian. Beberapa di antaranya juga terpaksa tak melanjutkan studi.
Ia sendiri sama sekali tak berani membalas perlakuan buruk itu. Bahkan selalu mau diperintah apa saja asal tak dituntut uang. Lantaran saat itu memang seolah menjadi hal yang wajar. “Saya anggap itu semua proses pematangan. Tapi, kalau zaman sekarang nggak perlu lagi, lah, kayak gitu,” tandasnya. (Mohamad Nur Khotib)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: