90 Tahun Panjebar Semangat
SAMPUL majalah Panjebar Semangat edisi 3 September 2023. -Purnawan Basundoro-
Panjebar Semangat berkembang dengan baik dan memiliki pembaca yang luas. Menjelang Perang Dunia II, oplahnya mencapai 16 ribu.
Waktu itu oplah sebesar itu sudah sangat hebat lantaran jumlah kaum terpelajar di tanah Jawa yang bisa baca tulis juga belum banyak. Saat itu mungkin tidak ada majalah mingguan dengan oplah sebanyak itu, apalagi berbahasa Jawa.
Walaupun Panjebar Semangat terbit dengan menggunakan bahasa Jawa, tidak berarti Pak Tom kala itu berpikir sektarian. Perlu diketahui bahwa saat itu belum banyak masyarakat yang paham berbahasa Indonesia, terutama di kawasan pinggiran.
Bahasa Indonesia baru dikuasai golongan terpelajar di perkotaan. Mereka yang belum paham bahasa Indonesia dengan baik tentu juga tetap membutuhkan berbagai informasi dan penerangan.
Terkait dengan penggunaan bahasa, Pak Tom sadar bahwa penggunaan bahasa Jawa tentu saja akan mengundang kritik, dianggap tidak nasionalis, dan berpikir sektarian.
Mengantisipasi hal tersebut, pada Panjebar Semangat edisi pertama Pak Tom menulis: ”.... Kita gembira merga dene sarana metune ’Panjebar Semangat’ iki bisa-a tjita-tjita kita moesatake (njawidjekake) bangsa kita sak-Indonesia oega bisa-a dirasakake dening bangsa kita kang ewon kehe, nanging kang doeroeng tjoekoep ngerti marang basa Indonesia....”
Secara umum, maksudnya ialah cita-cita untuk menyatukan bangsa kita Indonesia hendaknya juga dirasakan orang-orang yang belum bisa berbahasa Indonesia.
Panjebar Semangat memiliki tujuan memberikan penerangan dan informasi kepada orang-orang yang memang belum bisa berbahasa Indonesia.
Tulisan Pak Tom tersebut diiyakan redaksi Panjebar Semangat yang menuliskan pendapatnya pada terbitan awal dengan kalimat tanya sebagai berikut.
”.... Apa bangsa kita kang doeroeng ngerti basa Indonesia maoe ora perloe dididik soepaja gelem leloemban ing djadating pergerakan kita?...”
Panjebar Semangat, walaupun berbahasa Jawa, tetap merupakan media massa yang mendorong rakyat Indonesia harus bergabung dalam pergerakan menentang penjajah dalam rangka mencapai negara persatuan yang merdeka dari penjajahan.
Saat Indonesia merdeka dan perlahan-lahan seluruh rakyat menguasai bahasa Indonesia, Panjebar Semangat tetap setia menggunakan bahasa Jawa untuk setiap terbitannya.
Dalam konteks kebangsaan, mingguan itu tidak lagi bertujuan mendorong rakyat agar bergabung dalam pergerakan melawan kolonialisme, tetapi menjadi media untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan Jawa.
Di tengah gempuran penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa harian serta bahasa asing sebagai bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah, Panjebar Semangat tetap bertahan menggunakan bahasa Jawa.
Hal tersebut dilakukan tidak hanya karena meneruskan wasiat Pak Tom, tetapi juga dalam rangka ”nguri-uri kabudayan Jawi”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: