Kasus Bripka Taufan Febrianto dan Pegawai Dishub DKI: Sogok, Tipu, Peras
Ilustrasi pegawai Dishub DKI Jakarta yang menipu korban.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Untuk perencanaan pembunuhan, tampak ada pasal yang dikenakan polisi terhadap AI, N, dan S. Mereka dijerat Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) juncto Pasal 53 ayat (1) KUHP dan/atau Pasal 170 ayat (1), Pasal 353 ayat (1) KUHP, dan/atau Pasal 351 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.
BACA JUGA: Merasa Ditipu Eks pengacaranya, Nenek di Surabaya Melapor ke Polda Jatim
Kompol Rio: ”Ancaman hukuman penjara buat mereka seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Tentang para korban penipuan AI, belum ada yang lapor polisi. ”Sampai saat ini belum ada yang melapor,” ujar Rio.
Pastinya, para korban sogok enggan lapor polisi. Sebab, berdasar hukum, penyogok dan penerima sogok sama-sama melanggar hukum. Sama-sama bisa jadi tersangka. Seumpama melapor ke polisi, para korban sama saja menyerahkan diri jadi tersangka.
Itu menunjukkan bahwa selama ini untuk bisa bekerja di instansi pemerintah harus menyogok. Sebagian dari penyogok bertemu dengan orang yang tepat. Orang yang disogok memang benar-benar bisa memasukkan penyogok ke instansi pemerintah. Aman terkendali.
Namun, sebagian lainnya, termasuk AI, penipu. Sebab, penipu melihat celah itu. Celah bahwa sudah jamak di masyarakat, masuk kerja di instansi pemerintah harus menyogok. Walaupun kenyataan itu selalu dibantah pejabat berwenang. Pasti dibantah.
Kenyataan kondisi itu menghasilkan penjahat, sejak dulu sampai sekarang. Kita hidup di lingkungan sosial seperti itu. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: