Lawatan FISIP Universitas Airlangga ke Melbourne (1): Pengembangan Kerja Sama dengan Charles Sturt University
Ilustrasi kerja sama antara Universitas Airlangga dan Charles Sturt University, Australia. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Intinya, semua kerja sama disepakati bukan sekadar untuk meningkatkan kualitas dosen dan untuk kepentingan pemeringkatan lembaga pendidikan, tetapi lebih pada bagaimana kerja sama itu dapat memberikan manfaat positif untuk kegiatan dan proses pembelajaran.
Diharapkan, dengan kerja sama yang dibangun, akan dapat dikembangkan jejaring yang lebih erat dalam berbagai kegiatan yang dapat diakses dan dimanfaatkan para mahasiswa.
Dengan skema program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka, para mahasiswa dari Charles Sturt University akan diberi kesempatan mengikuti kuliah di FISIP Universitas Airlangga. Demikian pula sebaliknya.
Mahasiswa dari departemen ilmu informasi dan perpustakaan akan berkesempatan menimba ilmu di Charles Sturt University, dan semua itu akan diakui sebagai kredit SKS yang diekuivalenkan dengan beban mata kuliah tertentu yang sesuai.
Kesulitan
Kendala yang diprediksi bakal timbul berkaitan dengan biaya hidup di Australia yang relatif berat dan mahal. Untuk program pertukaran mahasiswa atau program student outbound, misalnya, harus diakui masih jauh dari harapan. Bagi mahasiswa Indonesia yang ingin mengikuti kuliah outbound di Melbourne, tentu mereka akan merasa ada banyak hal yang membatasi ruang geraknya.
Berbeda dengan biaya hidup di Surabaya atau kota besar lain di Indonesia yang tidak terlampau mahal, di Melbourne dan kota-kota besar lain di Australia, biaya hidup yang mesti ditanggung dalam 2–3 tahun terakhir naik signifikan.
Sebelum pandemi Covid-19, untuk sekali makan nasi goreng, harga yang mesti dibayar waktu itu tidak lebih dari 11–12 dolar Australia. Sementara itu, untuk saat ini, sekali makan nasi goreng, harga yang harus dibayar bukan tidak mungkin hingga 17 sampai dengan 20 dolar Australia.
Selain biaya hidup, sewa apartemen di Australia –khususnya di Melbourne dan kota-kota besar lain di Australia– belakangan ini juga makin mahal.
Di masa sebelum pandemi Covid-19, harga sewa per apartemen dipatok AUD 1.000 hingga 1.200. Kini harga-harga itu tidak mungkin lagi dirasakan. Saat ini, untuk biaya tinggal di apartemen, harga sewa per bulan bisa saja mencapai AUD 1.700 hingga 2.000.
Bagi mahasiswa yang memperoleh beasiswa LPDP, kebutuhan untuk dapat hidup layak di apartemen jelas bukan hal yang murah.
Melbourne sendiri –sebagai sebuah kota pendidikan– sebetulnya hampir sama dengan Yogyakarta. Suasana kota sangat menyenangkan dan iklim pembelajaran terbangun dengan baik.
Ketika suasana hati sedang penat, mahasiswa bisa berkunjung dan jalan-jalan di wilayah kota. Sementara itu, ketika musim ujian tiba, mereka bisa belajar di berbagai perpustakaan, kampus, dan berbagai tempat publik dengan lebih baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: