Diejek di Depan Teman, Remaja Ini Bunuh Pacar
Ilustrasi remaja bernama David Lesmana membunuh pacarnya yang pernah mengejek di depan teman. Korban bernama Nindi Putri Ma'rifah.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Mengapa, cuma gegara diejek di depan teman, David membunuh Nindi? Banyak remaja ejek-mengejek, tapi tidak membunuh?
Douglas Sargent dalam bukunya yang berjudul Children Who Kill, A Family Conspiracy? (Oxford University Press, 2017) menyebutkan, pria pembunuh punya karakter khas yang melekat sejak kanak-kanak. Bisa karena faktor genetik (keturunan). Misalnya, salah satu ortu atau keduanya punya gangguan psikotik. Bisa juga akibat faktor sosial (pergaulan).
BACA JUGA: Kasus Pembunuhan di Pasuruan: Ngono yo Ngono, ning Ojo Ngono
Sargent melakukan riset di Amerika Serikat (AS) di tahun penerbitan buku. Ia mendokumentasikan karakteristik neuropsikiatri masa kanak-kanak dan keluarga dari sembilan subjek remaja laki-laki pembunuh, sudah dihukum penjara, sebagian di penjara anak.
Dibandingkan dengan 24 remaja laki-laki yang juga dihukum penjara akibat kenakalan yang bukan pembunuhan. Yakni, pencurian, perampokan, pemerkosaan, dan kejahatan lain.
Riset menyangkut masa lalu, ketika subjek masih kanak-kanak, untuk mengetahui, bagaimana mereka dibesarkan dulu? Siapa ortu mereka? Bagaimana ortu mendidik mereka dulu?
BACA JUGA: Pembunuh Gila Incar Korban di Mal
Hasilnya, ada kemiripan antara kelompok satu (pembunuh) dengan kelompok dua (penjahat bukan pembunuh). Kemiripan: Mereka semua sama-sama terabaikan ketika masih kanak-kanak. Ada yang ortu bercerai atau meninggal dunia, kemudian anak diasuh kerabat atau panti asuhan.
Semua penjahat itu mengalami masa kanak-kanak yang suram. Kurang perhatian, kurang kasih sayang, berganti-ganti pengasuh (akibat ortu cerai atau meninggal). Akibatnya, mereka tidak terdidik dengan baik dan benar.
Pembunuh punya sedikit perbedaan dengan penjahat selain pembunuh. Yakni, sering dianiaya ketika masih kanak-kanak. Atau sering melihat KDRT ortu. Sering direndahkan dan dilecehkan. Harga diri mereka hancur ketika masih bocah.
BACA JUGA: Risiko Sopir Taksi Online, Dirampok dan Dibunuh
Akibatnya, setelah remaja dan dewasa muda, mereka seperti balas dendam. Sebab, tubuhnya sudah besar dan bisa melawan ketika dilecehkan dan direndahkan. Bahkan, perlawanannya jadi berlebihan. Sebab, empati mereka sudah mati sejak mereka masih bocah. Mereka minim, bahkan tidak punya, empati.
Sargent: ”Pembunuh punya konstelasi karakteristik biopsikososial yang mencakup gejala psikotik, gangguan neurologis berat, bisa juga ada kerabat tingkat pertama yang psikotik, juga akibat tindakan kekerasan selama masa kanak-kanak, dan kekerasan fisik yang parah.”
Intinya, calon pembunuh punya masa lalu yang sangat tidak sepantasnya diterima anak-anak.
BACA JUGA: Suami Bunuh Istri di Cikarang, Bekasi: Dampak Anak Lihat Ayah Bunuh Ibu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: