Menyingkap Situs Petirtaan Lereng Penanggungan (6): Bukan Arca Laksmi dan Sri

Menyingkap Situs Petirtaan Lereng Penanggungan (6): Bukan Arca Laksmi dan Sri

Menyingkap situs petirtaan Lereng Penanggungan (6). Arca jaladwara dengan sirascakra dan motif ornamentiknya yang cenderung memiliki kekhasan era Singhasari-Majapahit. Candi itu diduga dibangun pada era Majapahit, saat pemerintahan Tribhuwanotunggadewi.-Julian Romadhon-

PASURUAN, HARIAN DISWAY - Situs Petirtaan Belahan dinilai misterius. Beragam pendapat menyertai eksistensi bangunan bersejarah tanpa angka tahun itu. Namun, tabir misterinya mulai terbuka jika mengamati ragam dua arca, serta dua benda yang ada di sekitar situ.

Muhammad Nur Fauzi, seorang pengunjung, datang bersama tiga rekannya di Petirtaan Belahan. Melalui air yang memancar dari arca jaladwara atau pancuran air, ketiganya membasuh wajah, tangan dan kaki.

"Berkunjung dalam rangka liburan saja. Untuk merasakan air di sini, juga melihat karya besar leluhur kita," ungkap pria asal Sidoarjo itu. Fauzi bersama dua rekannya duduk di tepian kolam. Kaki mereka terendam air kolam petirtaan tersebut.

BACA JUGA:Menyingkap Petirtaan Lereng Penanggungan (5): Jolotundo di Barat, Belahan di Timur

Ikan-ikan kecil muncul dan mengerubungi telapak kaki. Sepertinya itu ikan-ikan terapi yang dipelihara oleh pengelola setempat. Jika kondisi kesehatannya kurang baik, maka akan semakin banyak ikan yang menempel. Kabarnya, ikan-ikan terapi itu memakan zat-zat yang tak diperlukan tubuh.

Suasana di Belahan sangat asri. Pohon-pohon rindang berdiri tegak dengan daun-daunnya yang rimbun. Lokasi parkirnya pun cukup mudah. Apalagi untuk sepeda motor. Pokdarwis setempat yang mengelola parkiran tersebut. Tarifnya seiklasnya. Mereka tak mematok nominal tertentu.

Selain sisi alamnya, Petirtaan Belahan menyimpan misteri. Tentang siapa yang membangun, tahun berapa, untuk apa, dan sederet pertanyaan lainnya. Menerka seluk-beluk Belahan lebih sulit daripada Petirtaan Jolotundo, yang terletak di sebelah timur.


Menyingkap situs petirtaan Lereng Penanggungan (6). Terdapat dua arca di Petirtaan Belahan. Banyak yang menduga itu perwujudan Dewi Sri dan Dewi Laksmi. -Ahmad Rijaluddin E-

Sebab, Petirtaan Jolotundo memiliki enkripsi berupa angka tahun, keterangan aksara "Gempeng", "Udayana", serta relief-reliefnya. Dapat dianalisa bahwa candi itu dibangun pada masa Kerajaan Medang, dan beraliran Hindu Waisnawa. Atau Hindu yang menekankan aspek pemujaan kepada Dewa Wisnu, dewa pemelihara alam semesta.

BACA JUGA:Menyingkap Situs Petirtaan di Lereng Penanggungan (4): Jalur Kuno Menuju Puncak

Sedangkan Petirtaan Belahan tidak. Tak ada enkripsi apa pun. Analisa para arkeolog dari zaman kolonial hingga modern pun hanya didasarkan dari bentuk bangunan, arca, serta beberapa peninggalan arkeologis lainnya.

TH Resink, NJ Krom, Boechari, menyebut bahwa petirtaan itu dibangun pada era Airlangga, atau raja-raja penguasa Medang sebelum ia. Bahkan masyarakat setempat, berikut papan keterangan yang disediakan pengelola mengikuti pendapat itu. 

Dua arca jaladwara dianggap sebagai personifikasi dari Dewi Laksmi dan Dewi Sri. Dua istri atau cakti Dewa Wisnu. Namun, penggambaran Laksmi dan Sri justru berbeda dari lazimnya. Arca-arca jaladwara itu justru menunjukkan kekhasan Hindu Saiwa, atau yang menekankan pemujaan kepada aspek Siwa sebagai dewa pelebur alam semesta.


Menyingkap situs petirtaan Lereng Penanggungan (6). Dari motif ornamentiknya, arca di Petirtaan Belahan merupakan perwujudan Dewi Parwati. Bukan Dewi Sri maupun Laksmi.-Guruh DN-

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: