The Other Side of Umrah (3): Toleransi di Masjid Nabawi

The Other Side of Umrah (3): Toleransi di Masjid Nabawi

PROF Rahma Sugihartati (tengah) berada di Masjid Nabawi.-Dok Pribadi-

Memang, ada rumor yang mengatakan bahwa jamaah dari negara tertentu suka seenaknya dan kasar ketika mencari tempat untuk salat.

Mereka konon tak segan untuk mendesak jamaah lain hanya karena ingin salat di Raudhah atau salat di lajur paling depan. Namun, selama mengikuti ibadah umrah, kami belum sekali pun melihat atau mengalami hal itu.

BACA JUGA: Umrah Bisa Lewat Juanda Lagi

Yang kami lihat adalah sebaliknya, ikatan persaudaraan dan rasa toleransi yang begitu kuat. Walaupun tidak pernah kenal sebelumnya, sudah lazim terjadi orang-orang yang duduk berdekatan saling menyapa dengan ramah. Minimal masing-masing menampilkan senyum yang akrab. 

Para jamaah tidak duduk dan salat dalam komunitasnya sendiri-sendiri. Mereka menempati saf di mana pun yang kosong. Niat untuk beribadah menyembah Allah SWT tampaknya membuat para jamaah fokus pada ibadah dan tidak menghiraukan hal-hal kecil yang tidak penting.

 

Teladan Nabi

Sebagai sesama muslim dan muslimah, saling toleransi dan menjaga perdamaian di antara umat secara teoretis memang lebih mudah. Ketika orang-orang dipersatukan oleh kesamaan dalam keyakinan dan agama, tentu hal itu akan menjadi modal yang fungsional untuk mendorong perkembangan kerukunan dan kedamaian. 

Masalahnya, apakah toleransi yang kami lihat di Masjid Nabawi juga berkembang ketika kita dihadapkan pada orang-orang dari komunitas yang berbeda keyakinan?

Belajar dari teladan Nabi Muhammad SAW, ketika tinggal di Madinah, nabi selalu mengedepankan rasa saling menghormati dan menghargai umat yang berbeda, terutama umat Nasrani. Nabi Muhammad tidak pernah memaksakan ajaran Islam kepada orang-orang nonmuslim dan nabi selalu memperlakukan mereka dengan baik.

Dalam bukunya yang berjudul Toleransi, Quraish Shihab (2022) menjelaskan bagaimana Rasulullah menyikapi Kota Madinah yang majemuk, baik dari sisi agama maupun suku-suku yang tinggal di dalam wilayah itu. 

Untuk mencegah agar kemajemukan itu tidak memicu konflik, Nabi menginisiasi sebuah perjanjian yang dikenal dengan nama Piagam Madinah yang isinya berusaha menyatukan dan mendamaikan berbagai perbedaan. Rasulullah memberikan jaminan perlindungan kepada umat kristiani untuk menjalankan ibadah sesuai agama mereka.

Kami pernah menonton film Kingdom of Heaven yang dibintangi Orlando Bloom dan disutradarai Ridley Scott. Film itu bercerita tentang bagaimana keharmonisan dibangun antarumat beragama di Jerusalem. 

Dua kelompok yang berbeda keyakinan, Islam dan Nasrani, bisa hidup berdampingan tanpa harus terjerumus dalam perbedaan dan konflik yang berkepanjangan. Namun, semuanya menjadi rusak tatkala muncul ambisi, sikap egoisme, dan ulah jahat orang-orang yang berpandangan picik.

Kami membayangkan, apa yang terjadi di Masjid Nabawi bisa dikembangkan dalam skala yang lebih luas. Bagi masyarakat Indonesia yang multipluralis, toleransi yang berkembang di Masjid Nabawi dan teladan Nabi Muhammad SAW dalam menyikapi perbedaan adalah sebuah pelajaran yang benar-benar berharga. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: