PP Muhammadiyah Desak Jokowi Cabut Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pilpres 2024

PP Muhammadiyah Desak Jokowi Cabut Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pilpres 2024

PP Muhammadiyah tetapkan 1 Ramadan 1445 Hijriah Jatuh Pada 11 Maret 2024-Lensamu-

HARIAN DISWAY - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah secara resmi mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut pernyataannya yang menjurus pada sikap ketidaknetralan institusi kepresidenan menjelang Pilpres 2024.

Sebelumnya, Jokowi menyampaikan bahwa presiden dan menteri boleh kampanye dan memihak. 

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Presiden itu boleh loh kampanye, boleh lho memihak," ujar Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, pada Kamis, 24 Januari 2024. 

Namun, pernyataan tersebut menuai kecaman publik, alih-alih meralat atau menarik perkataannya, Jokowi justru memberikan klarifikasi yang dinilai PP Muhammadiyah sebagai upaya mencari pembenaran.


Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan klarifikasi atas pernyataannya terkait presiden boleh memihak dan berkampanye di Pemilu.-YouTube-

Menyikapi persoalan tersebut, Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo mengeluarkan pernyataan resmi mengenai keterlibatan praktik pemilu dan meminta Jokowi mencabut ucapannya. 

BACA JUGA:Jokowi Klarifikasi Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Menurut Trisno, pernyataan Jokowi tidak bisa hanya dilihat dari kacamata normatif saja. Melainkan, terdapat aspek lain seperti filosofis, etis, dan teknis.

Dilihat dari sudut pandang normatif, tak dapat dipungkiri bahwa Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu menyatakan presiden dan wakil presiden memiliki hak untuk melaksanakan kampanye.

Namun, pasal tersebut tidak dapat dipandang sebagai sebuah norma yang terpisah dari prinsip dan asas penyelenggaraan pemilu, mencakup di dalamnya aktivitas kampanye.


Presiden Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2024-Sekretariat Presiden-

Menurut Trisno, pelaksanaan kampanye tidak sebatas mememperkenalkan peserta kontestasi politik, tetapi juga  sebagai bagian dari pendidikan politik kepada masyarakat sesuai Pasal 267 ayat (1) UU Pemilu.

"Bagaimana mungkin pendidikan politik masyarakat akan tercapai jika Presiden dan Wakil Presiden (yang aktif menjabat) kemudian mempromosikan salah satu kontestan, dengan (sangat mungkin) menegasi kontestan lainnya?" ujar Trisno. 

Dengan demikian, pernyataan Jokowi bahwa presiden dibenarkan secara hukum untuk berkampanye dan berpihak merupakan statemen yang berlindung dari teks norma yang dilepaskan dari esensi kampanye dan pemilu itu sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: