Bunuh, Dante Ditenggelamkan 12 Kali

Bunuh, Dante Ditenggelamkan 12 Kali

Ilustrasi pembunuhan Dante. Dante ditenggelamkan 12 kali oleh Yudha. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Diawali, Dante sedang berada di pinggir kolam. Badannya terendam di kolam, tapi ia berenang mengambang di pinggir dekat dinding.

Dari samping muncul Yudha, menyergap Dante. Menenggelamkan. Ditekan ke bawah. Dante berontak, lalu berenang mengambang lagi. Tampaknya, kedalaman air bisa menenggelamkan tubuh bocah 6 tahun itu.

Tapi, Yudha mengulangi lagi. Menenggelamkan Dante lagi. Terus-menerus. Dante timbul, ditekan tenggelam lagi. Sampai 12 kali. Kian lama gerakan Dante berontak kian lemah. Sampai akhirnya ia tak bergerak di bawah permukaan air. Cukup lama untuk ukuran manusia menahan napas di dalam air.

Lalu, Yudha kelihatan panik, mungkin juga seolah-olah panik, mengangkat tubuh Dante ke permukaan, langsung membawanya naik ke daratan kolam. Saat itulah orang sekolam renang memperhatikan Dante. Mulai heboh. Ada yang berusaha membuat Dante muntah. Ada yang membuat napas buatan. Dante sudah diam selamanya.

Dalam video, saksi yang melihat langsung kejadian itu adalah bocah perempuan seumuran Dante. Berada pada jarak sekitar 1 sampai 2 meter dari titik Dante ditenggelamkan Yudha. Diduga, itulah anak kandung Yudha.

Yudha sudah dimintai keterangan oleh polisi sebagai saksi sejak awal kejadian. Saat itu polisi belum memeriksa hasil rekaman CCTV tersebut. Setelah polisi memeriksa hasil CCTV, Yudha diperiksa intensif. Dihujani puluhan pertanyaan terkait ”menenggelamkan” itu.

Yudha ke polisi mengaku sedang melatih ketahanan napas Dante. ”Biar napasnya lebih kuat. Biar tidak kolokan (manja).”

Kamis malam, 8 Februari 2024, Polda Metro Jaya mengumumkan, Yudha tersangka pembunuhan Dante. Jumat pagi, 9 Februari 2024, Yudha ditangkap polisi di rumah di Duren Sawit, Jakarta Timur. Langsung ditahan sebagai tersangka pembunuhan Dante.

Ia disangkakan pasal berlapis. Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra kepada wartawan Minggu, 11 Februari 2024, menyatakan:

”Tersangka YA (Yudha Arfandi) dikenai Pasal 76 C juncto Pasal 80 Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Juga, Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Juga, Pasal 338 KUHP, pembunuhan. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.”

Semuanya pasal maut. Ancaman hukuman 15 tahun penjara ke atas. Sampai hukuman mati. Polisi pasti punya bukti bahwa pembunuhan itu direncanakan. Atau, setidaknya, ada waktu berpikir (menimbang) bagi tersangka untuk tidak membunuh.

Dengan sangkaan itu, pengakuan tersangka Yudha, bahwa ia sedang melatih ketahanan napas korban, sudah diabaikan penyidik. Sudah berubah jadi perbatan sengaja, pembunuhan. Bahkan, pembunuhan berencana.

Presumption of innocence  (asas praduga tak bersalah) tetap diberlakukan terhadap terdakwa. Asas praduga tak bersalah merupakan asas hukum yang menyatakan bahwa setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah.

Kata ”terbukti bersalah” adalah hasil keputusan hakim di persidangan. Tepatnya vonis hakim.

Asas praduga tak bersalah, beban pembuktian hukum ada pada jaksa penuntut umum (JPU), yang harus memberikan bukti hukum kuat kepada majelis hakim di depan persidangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: