Ini Catatan Timnas AMIN Atas Pelanggaran yang Sudah, Sedang, dan Akan Terjadi di Pemilu 2024
Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) berkomitmen untuk menjaga pemilu 2024 berjalan demokratis, jujur, dan adil (jurdil) serta bermartabat. -AMIN-
JAKARTA, HARIAN DISWAY - Tim Hukum Nasional (THN) Timnas AMIN mencatat berbagai pelanggaran dalam Pilpres 2024. Hal ini disampaikan dalam acara "Catatan Timnas AMIN untuk Pemilu Jurdil & Bermartabat di Sekretariat Koalisi Perubahan, di Jalan Brawijaya X, Jakarta, Selasa, 13 Februari 2024).
Ari Yusuf Amir, Ketua THN Timnas AMIN, mengatakan bahwa berbagai pelanggaran pemilu telah terjadi dan patut menjadi perhatian semua pihak.
BACA JUGA: Tim Hukum Timnas AMIN Tidak Takut dan Siap Lawan Kecurangan Pilpres 2024
"Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 dibayangi kejahatan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif. Potensi itu bisa dirunut dari manipulasi peraturan perundangan melalui Putusan MK. No 90/PUU-XXI/2023 untuk meloloskan salah satu paslon," ujar Ari, Selasa, 13 Februari 2024.
Pertama, manipulasi peraturan perundangan melalui Putusan MK. No 90/PUU-XXI/2023 untuk meloloskan salah satu paslon. Manipulasi itu membuat para hakim MK mendapat hukuman etik. Bahkan, ketuanya dicopot dari jabatannya.
Kedua, para komisoner KPU juga mendapatkan sanksi etik dari DKPP karena menerima pendaftaran salah satu capres dengan menggunakan PKPU yang tidak sesuai. Motifnya sama yaitu untuk meloloskan salah satu cawapres.
Ketiga, selain pelanggaran etika, pelaksanaan Pilpres 2024 juga diwarnai pelanggaran norma dan asas pemerintahan umum yang baik, berupa ketidaknetralan aparatur penyelenggara negara mulai dari Presiden, Menteri, PJ Kepala Daerah, ASN, Kepala Desa, hingga aparat penegak hukum. Ketidaknetralan itu memiliki kecenderungan pola yang sama, yaitu memenangkan salah satu paslon.
Menurut Ari, ketidaknetralan pejabat negara dan aparatur sipil negara tergambar dengan nyata dari statement presiden yang menyatakan presiden boleh berpolitik dan boleh memihak (dalam kontestasi politik).
Selain itu potret ketidaknetralan para penyelenggara negara terkonfirmasi dari pengerahan sumber daya negara melalui beberapa hal.
1) Penggunaan anggaran negara melalui penyaluran bantuan sosial (bansos) yang disertai dengan ajakan untuk memilih paslon tertentu.
2) Keterlibatan aparat penegak hukum untuk memantau petugas KPPS dan PPK. Misalnya aparat penegak hukum meminta ikut masuk WA Group KPPS dan meminta data nomor para PPK. (Seperti surat Polres Cimahi yang meminta data KPPS).
3) Keterlibatan para kepala desa untuk memenangkan calon tertentu dengan berbagai modus.
"Pengerahan sumber daya negara tersebut dilakukan agar pemilu berjalan cukup satu putaran dengan memenangkan paslon tertentu."
THN, kata Ari, juga melihat skenario berikutnya untuk memuluskan jalan kemenangan satu putaran dilakukan dengan berbagai modus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: