Geng Tai SMA Binus BSD
Ilustrasi Geng Tai SMA Binus BSD-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
5. Waktu luang yang tidak terstruktur, khususnya pada jam-jam sepulang sekolah dan pada akhir pekan.
6. Kurangnya teladan positif dan paparan media (televisi, film, musik) yang mengagung-agungkan kekerasan geng.
7. Rendah diri.
8. Rasa putus asa tentang masa depan karena terbatasnya kesempatan pendidikan atau keuangan.
9. Masalah kesehatan mental atau gangguan perilaku oppositional defiant disorder (ODD). Atau, attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD).
BACA JUGA: Awas, Sibling Bullying Berdampak Buruk pada Kesehatan Mental di Masa Depan
Terkait kasus Geng Tai, kriteria nomor 1 tidak cocok. Dengan bayaran sekolah segitu, mereka pasti tidak tinggal di daerah kumuh dengan tingkat kejahatan tinggi. Juga, tidak cocok dengan nomor 8 yang kurang keuangan.
AACAP menyarankan, ortu bisa menghindari kemungkinan anak mereka masuk geng. Ada enam cara, begini:
1. Memantau dengan cermat di mana anak berada dan apa yang mereka lakukan.
2. Melibatkan mereka dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti program sepulang sekolah, atletik, seni, organisasi masyarakat, atau kelompok keagamaan.
3. Bertemu dengan teman anak-anaknya dan orang tuanya.
4. Tidak mengizinkan anak-anak memakai, menulis, atau memberi isyarat grafiti, tanda, atau simbol apa pun yang terkait dengan geng.
5. Mendidik anak tentang potensi konsekuensi negatif dari keterlibatan geng dan perilaku kriminal.
6. Memberi tahu anak bahwa anggota geng bisa saja terluka, meninggal, atau dipenjara.
AACAP memberi cara ortu mengetahui anaknya masuk geng, bisa diketahui dari enam indikator berikut:
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: