Bayang-bayang Kerentanan Pangan (1): 6 Sebab Ketidakcukupan Beras

Bayang-bayang Kerentanan Pangan (1): 6 Sebab Ketidakcukupan Beras

Antrean beras dalam operasi beras menunjukkan bahwa daya beli masyarakat yang rendah untuk mendapatkan bahan pangan pokok beras. -iStock-

HARIAN DISWAY - Sungguh ironis. Indonesia sebagai negara agraris dan kepulauan yang memiliki luas wilayah hingga 1.904.569 km persegi, didukung sumber daya alam, topografi beragam dan sumber daya manusia yang besar yaitu 2708,7 penduduk, tapi dibayang-bayangi kerentanan pangan

Kerentanan pangan merupakan kondisi ketidakcukupan pangan. Tentunya dalam hal ini terkait dengan ketidakcukupan beras. Salah satu tanda ketidakcukupan pangan khususnya beras itu karena Indonesia mengandalkan impor. Hingga sekarang.

Memang dalam sejarah, pada 1985 pernah berswasembada beras dan  mendapatkan penghargaan dari organisasi pangan dunia Food and Agriculture Organization (FAO) yang berada dalam naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Saat ini untuk mencukupi kebutuhan pangan masih mengandalkan impor. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 2023 impor beras Indonesia mencapai 3,06 juta ton. Angka ini meningkat 613,61 persen dibandingkan 2022.

BACA JUGA: Memanfaatkan Potensi Blue Food di Indonesia dengan Mengembangkan Halal Food Lifestyle

Bahkan Indonesia menjadi importir beras keempat di dunia. Hal itu pertanda bahwa produksi beras dalam negeri tidak mencukupi memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang sebagian besar atau 90 persen makan nasi. 

Beberapa pengamat mengatakan bahwa akan terjadi kerentanan pangan di Indonesia. Kekhawatiran terjadinya kerentanan pangan sering kali didentikkan dengan kekurangan beras.

Beras sebagai bahan makanan pokok dari sebagaian besar warga masyarakat Indonesia makan. Dengan konsumsi beras nasional mencapai 35,3 juta metrik  ton per tahun. Indonesia juga merupakan negara dengan konsumsi beras global terbesar keempat di dunia.

Beberapa hal dapat menyebabkan kerentanan pangan khususnya kekurangan  beras. Pertama, ketidakseimbangan antara produksi beras nasional dan konsumsi pangan khususnya beras. 

Menurut data statistik, pada 2023 luas panen padi diperkirakan mencapai 10,20 juta hektare dengan produksi padi sekitar 53,63 juta ton gabah kering giling GKG. Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras pada 2023 diperkirakan sebesar 30,90 juta ton. 

Luas panen padi pada 2023 diperkirakan sekitar 10,20 juta hectare mengalami penurunan sebanyak 255,79 ribu hektar atau 2,45 persen dibandingkan luas panen padi di 2022 yang sebesar 10,45 juta hektare. 

Kedua, perubahan pola konsumsi bahan pangan pokok dari non-beras ke beras. Hal itu disebabkan adanya kebijakan bantuan raskin kepada rumah tangga miskin. 

Menurut data statistik, penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 adalah 4,189 juta. Apabila setiap rumah tangga beranggotakan lima orang maka jumlah rumah tangga miskin berkisar 800 ribu rumah tangga. 

Jika setiap rumah tangga mendapatkan bantuan raskin maka dibutuhkan 8 ribu ton beras per bulan. Otomatis setiap tahun akan kekurangan beras karena produksi beras nasional hanya 30 jutaan ton per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: