Bayang-bayang Kerentanan Pangan (1): 6 Sebab Ketidakcukupan Beras

Bayang-bayang Kerentanan Pangan (1): 6 Sebab Ketidakcukupan Beras

Antrean beras dalam operasi beras menunjukkan bahwa daya beli masyarakat yang rendah untuk mendapatkan bahan pangan pokok beras. -iStock-

Untuk itu, salah satu cara yang paling mudah mendapatkan beras dengan impor. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa impor beras sebanyak 3,06 juta ton pada 2023. Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Ketiga, program pencetakan sawah baru difokuskan di beberapa daerah luar Jawa belum kelihatan hasilnya secara maksimal. Pada 2023, Kementan RI mempunyai program akan mencetak 200 ribu hektar sawah baru di Sumatera Selatan yang diprogramkan secara bertahap.

Pada 2023 bisa mencetak sawah baru 100 ribu hectare. Sementara itu 100 ribu hektare selanjutnya akan direalisasikan pada 2024. Program itu diharapkan akan menambah lahan sawah baru dan menargetkan tahun penambahan produksi  beras sebanyak 37 juta per tahun. Tapi berdasarkan pengalaman, program pencetakan sawah baru itu mengalami kendala. 

Keempat, daya beli masyarakat yang rendah untuk membeli beras. Meskipun di supermarket atau pasar tersedia beras, tapi ketika harga beras mengalami kenaikan, masyarakat resah karena kurangnya daya beli. Hal itu terlihat ketika ada operasi beras murah terjadi antrean panjang dan berdesak-desakan.

BACA JUGA: Kolaborasi Kemaritiman untuk Ketahanan Pangan

Kelima, program revitalisasi diversifikasi bahan pangan pokok non-beras belum berhasil bahkan dengan program raskin dan perubahan sosial ekonomi  menyebabkan jumlah pola konsumsi beras semakin banyak. 
Kerusakan tanaman padi akibat bencana alam seperti kekeringan dan banjir. Juga bisa karena hama penyakit dan hama tikus. -iStock-

Padahal penduduk di Indonesia dengan topografi yang beragam menghasilkan bahan makanan pokok non-beras yang beragam. Beberapa potensi bahan makanan pokok di Indonesia antara lain jagung, kentang, labu kuning, pisang, singkong, sagu, talas, gadung, porang, sukun, ubi jalar, gembili, dan lain-lain. Beberapa kasus terjadi bahan pangan non-beras dijadikan bahan pangan pendamping.

Keenam, terjadinya bencana alam yang dapat mengakibatkan kegagalan panen. Bencana yang dapat menggagalkan panen padi seperti bencana alam yakni kekeringan, banjir, dan lainnya serta hama penyakit yang merusak tanaman padi.

Beberapa bencana alam dampak bencana alam seperti kekeringan dan banjir di beberapa daerah merusak tanaman padi sehingga gagal panen yang hampir terjadi setiap tahun. 

Kegagalan panen juga disebabkan hama penyakit tungro yang menyerang tanaman padi seperti di Merauke, Papua. Hama tikus sering kali menyerang tanaman padi seperti di Desa Pagertoyo, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Timur, sehingga menyebabkan gagal panen.

Pada 2023, Kementerian Pertanian mencatat lahan padi di tanah air mengalami gagal panen (puso) sebagai dampak perubahan iklim. BMKG mengonfirmasi Indonesia sedang mengalami fenomena iklim El Nino. Akibatnya terjadi kekeringan, cuaca panas, dan ekstrem dibandingkan tahun 2020-2022. 

Pada 2023, luas tanaman padi terkena banjir seluas 14 ribu hektare dan yang kekeringan berkisar 27 ribu hektare yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Hal itu tentu mengurangi produksi padi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa, impor beras Indonesia mencapai 3,06 juta ton sepanjang 2023. Angka ini meningkat 613,61 persen dibanding 2022. (*)

Oleh: Prof Rustinsyah Dra, MSi, guru besar bidang ilmu antropologi sosial budaya Departemen Antropologi FISIP Universitas Airlangga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: