Perundungan di SMA Binus, Polisi Dikritik Keras oleh KPAI

Perundungan di SMA Binus, Polisi Dikritik Keras oleh KPAI

ILUSTRASI perundungan di SMA Binus, polisi dikritik Keras oleh KPAI.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Diyah: ”Kemudian, KPAI bersama Itjen Kemendikbudristek dan Kemen PPPA menemui sekolah (Binus School). Namun, KPAI dan Kemen PPPA tidak mendapatkan respons yang positif dari pihak sekolah.”

BACA JUGA: Polisi Dalami Laporan Perundungan yang Diduga Libatkan Anak Artis

Akhirnya, KPAI menggelar pertemuan dengan Kemen PPPA, Pemkot Tangerang Selatan, dan orang tua siswa. 

Hasil pertemuan, menurut Diyah, dipastikan bahwa anak yang terlibat hukum di Binus School, baik para pelaku maupun korban, tetap dapat mengikuti ujian nasional kelas XII. ”Para pelajar tidak kehilangan hak ikut ujian nasional,” ungkap Diyah.

Ternyata, pihak Binus menghindari KPAI dan semua unsur pendidikan Indonesia karena sudah memecat para pelaku bullying (perundungan) itu. Padahal, ujian nasional sudah dekat. Pihak Binus mungkin takut dikoreksi soal pemecatan siswa pelaku tersebut. Sehingga mengabaikan. Bukan berniat tunduk ke UNESCO.

BACA JUGA: Vincent Rompies Terancam Diboikot, Imbas Dugaan Anaknya Jadi Pelaku Perundungan

Soal status pelajar pelaku perundungan, Kemendikbudristek menegaskan, para pelaku masih berstatus pelajar SMA Internasional Binus.

Inspektorat Jenderal Kemendikbudrkistek Chatarina Girsang kepada wartawan Senin, 26 Februari 2024, mengatakan: ”Sampai saat ini mereka (para pelaku perundungan) masih sebagai siswa Binus. Tidak bisa dipecat.” 

Dilanjut: ”Ini karena kan proses hukumnya masih berjalan. Maka, semua pihak wajib menghormati proses hukum yang berjalan.”

Di kasus ini, pihak Binus dan polisi jadi sasaran kritik KPAI dan Kemedikbudristek. Kelihatannya kasus sepele, tapi kemudian bertele-tele.

BACA JUGA: Anak Vincent Rompies Diduga Terlibat Kasus Perundungan di Binus, Ini Kata Polisi

Dengan pernyataan Chatarina Girsang itu, berarti keputusan pihak Binus memecat para siswa pelaku perundungan dianulir pemerintah. Betapa pun semua sekolah di Indonesia wajib tunduk pada Kemendikbudristek.

Selain bertele-tele, perkara ini melebar ke teror kepada korban perundungan. Keluarga korban sudah menggunakan pengacara.

Muhamad Rizky Firdaus, kuasa hukum korban, kepada wartawan, menceritakan bahwa ibunda korban diteror orang tak dikenal. Akibatnya, ibunda sedih dua kali. Sudah anak jadi korban penganiayaan, malah diteror.

Rizky: ”Nomor yang tidak dikenal itu terus-menerus menghubungi telepon ibunda korban. Ketika hubungan telepon diangkat, bicaranya cuma ’woy’ sambil membentak.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: