Sertifikasi Halal Gelatin dari Produk Perikanan
Indonesia berpeluang sangat besar dalam mendukung pengembangan produk halal ke depan dengan mengoptimalkan potensi sumber daya. -iStock-
Oleh karena itu, memahami hukum agama secara spesifik mengenai hal ini sangatlah penting. Selain itu, metode pengolahan gelatin perikanan harus sesuai dengan prinsip-prinsip halal. Kontaminasi silang dengan zat-zat yang tidak halal atau penggunaan alat bantu pengolahan yang tidak diizinkan dapat membahayakan status halal produk akhir.
Langkah-langkah kontrol kualitas yang ketat dan kepatuhan terhadap standar halal di seluruh rantai produksi sangat penting untuk mendapatkan dan mempertahankan sertifikasi halal. Metode molekuler saat ini juga dapat diaplikasikan pada produk gelatin dan turunannya dengan mengekstrak DNA yang ada pada produk tersebut. Dengan mencocokkan pada Genbank Database, DNA hasil pembacaan dapat memastikan gelatin dari sumber yang halal.
Tantangan dan Pertimbangan
Gelatin sapi dan perikanan menghadapi tantangan dalam memperoleh sertifikasi halal. Kontaminasi silang selama pemrosesan, pemisahan bahan baku dan dokumentasi yang tidak memadai tentang praktik pengadaan, menimbulkan rintangan. Perlu kolaborasi yang erat antara produsen, lembaga sertifikasi, dan ulama untuk memastikan kepatuhan terhadap standar halal.
Selain itu, transparansi dalam pelabelan sangat penting bagi konsumen yang mencari produk halal. Indikasi yang jelas tentang sumber gelatin, ditambah dengan sertifikasi halal yang dapat dikenali, menumbuhkan kepercayaan dan memberdayakan konsumen untuk membuat pilihan berdasarkan informasi yang selaras dengan keyakinan agama mereka.
BACA JUGA: Pusat Halal Unair Bantu 4.563 UMKM Sertifikasi Produk
Dalam lanskap produksi gelatin yang dinamis, mengatasi masalah halal adalah yang terpenting. Dari sapi hingga produk perikanan, status halal gelatin bergantung pada kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Islam selama proses produksi. Gelatin sapi, meskipun merupakan pilihan tradisional, memerlukan sumber dan pemrosesan yang cermat untuk memenuhi persyaratan halal.
Di sisi lain, gelatin perikanan menawarkan alternatif yang menjanjikan. Tetapi status halalnya bergantung pada faktor-faktor seperti jenis ikan dan metode pengolahan.
Kita menyadari bahwa gelatin di Indonesia penggunaannya cukup luas. Sebanyak 63 persen digunakan pada produk pangan yakni bahan penstabil, pewarna, penguat rasa, seasoning, oleoresin, hingga enzim. Sedangkan 30 persen digunakan pada industri farmasi seperti cangkang kapsul. Selebihnya 7 persen menjadi bahan campuran kebutuhan lainnya.
Dalam upaya mewujudkan gelatin halal, kolaborasi antara industri, lembaga sertifikasi, dan ulama sangatlah penting. Undang-undang No.33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal diharapkan dapat menjadi panduan dalam pengembangan produksi halal dan rintisan Indonesia sebagai international halal Hub untuk produk halal gobal.
Di sisi lainnya, untuk mengatasi tantangan terkait kontaminasi silang, praktik pengadaan, dan pelabelan akan berkontribusi dalam membangun pasar gelatin halal yang kuat yang memenuhi ekspektasi etis dan religius konsumen, riset tentang produk halal di Indonesia harus terus diperkuat.
Sebagai ahli biologi kelautan, komitmen kami terhadap praktik berkelanjutan dan halal dalam produksi gelatin menggarisbawahi pentingnya menyelaraskan kemajuan ilmiah dengan pertimbangan etika. (*)
Oleh: Dr. Eng. Sapto Andriyono, S.Pi., M.T, dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: