Pesan buat Presiden Terpilih: Pungli Pegawai KPK dan Khotbah Don Quixote
Diwartakan bahwa Dewan Pengawas KPK menjatuhi sanksi putusan etik kepada 78 pegawai rumah tahanan KPK atas kasus pungli dan gratifikasi. --
HARIAN DISWAY - Siapa presiden terpilih produk coblosan 14 Februari 2024 tinggal tunggu waktu KPU menetapkannya. Dalam iringan suara gemuruh coblosan pilpres itulah sejatinya ada genta yang terus bertalu dalam gelisah.
Rutan KPK menyajikan cerita adanya pungli yang dilakukan pegawainya. Beritanya mengiringi perhitungan suara yang dipungut dari TPS-TPS. Diwartakan bahwa Dewan Pengawas KPK menjatuhi sanksi putusan etik kepada 78 pegawai rumah tahanan KPK atas kasus pungli dan gratifikasi.
Termuat dalam pemberitaan bahwa mereka dijatuhi hukuman sanksi berat berupa permintaan maaf secara terbuka langsung. Hukuman ini dijatuhkan karena mereka terbukti secara sah menyalahgunakan jabatan dan kewenangan serta pengaruh untuk melakukan pungutan liar di rumah tahanan KPK.
Kabar itu memperjelas adanya total 90 pegawai KPK yang terlibat dalam kasus ini. Putusan untuk 12 pegawai lainnya diserahkan ke Sekretariat Jenderal KPK, karena perbuatan mereka dilakukan sebelum Dewas KPK terbentuk. Kasus ini terjadi dalam rentang 2018 hingga 2023.
Putusan sanksi berat diberikan dalam sidang enam berkas perkara terpisah di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK pada 15 Februari 2024. Dewas mengungkapkan bahwa uang bulanan dibagikan kepada para terperiksa oleh sosok ”lurah” atau yang dituakan.
Uang bulanan dari para tahanan KPK dimaksudkan sebagai ongkos tutup mulut agar para terperiksa membiarkan dan tidak melaporkan para tahanan KPK yang menggunakan telepon genggam di dalam rutan.
Ini memberikan gambaran yang semakin terang bahwa kasus korupsi yang menerpa beberapa pihak yang kena OTT KPK telah bertengger di ruang dalam. Berbagai ruang spekulasi memuai kemana-mana untuk selanjutnya akan mengkristal. Inilah yang sedang terjadi dan akan disimak khalayak.
Sadarilah bahwa merampas uang rakyat merupakan laku brutal, apalagi dana pajak. --
Melanjutkan dan melengkapkan tulisan di Harian Disway yang berjudul Korupsi dan Kisah Kandata, saya hendak menarasikan lagi. Ini peristiwa yang menyentakkan karena ada ingatan kolektif masyarakat ramai mengenai “kontes” pungutan yang pernah terjadi di KPK yang melibatkan Ketua KPK.
Ketersentakan saya nyaris serumpun dengan kekagetan atas kejadian ini. Meski sebagian pihak jauh hari telah menduganya. Bahkan di ruang “jalan sunyi” sejatinya banyak kepala daerah dan politisi yang diprediksi sedang antre menunggu giliran apabila tidak hati-hati. Jangan sampai hak-hak warga negara untuk hidup di negeri yang jauh dari praktik rasuah menjadi utopia.
The Spider’s Thread
Sanksi Dewas KPK ini merupakan realita yang mengusik geliat gerakan antikorupsi. Bukan sekadar kalkulasi yuridisnya tetapi mengenai pengulangan ajegnya. Inilah babak kerapuhan peradaban sebuah kaum yang hidup sangat pandai memberikan dalil-dalil menoleransi korupsi.
Pemaknaan ini mengingatkan saya pada cerpen The Spider’s Thread” (1961) yang ditulis Ryunosuke Akutagawa (1892-1927). Dia adalah pengarang terkemuka Jepang dan namanya diabadikan sebagai penghargaan sastra paling bergengsi di negaranya.
Cerpen Jaring Laba-laba telah menjadi bagian dari Sehimpun Cerpen Terbaik Dunia Sepanjang Masa yang mengerek pesan bahwa pecundang tidak pernah “mencium bau surga”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: