Pergelaran Budaya SMAK St Louis 1 Surabaya Hasil Studi Desa Ketapanrame

Pergelaran Budaya SMAK St Louis 1 Surabaya Hasil Studi Desa Ketapanrame

Kelompok XI IPS 1 merepresentasikan karya mereka di hadapan tim penilai dalam ajang Pergelaran Budaya di aula lantai 3 SMAK St Louis 1 Surabaya. -Julian Romadhon-HARIAN DISWAY

HARIAN DISWAY - Studi sosial budaya dilakukan kelas XI IPS SMAK St Louis 1 Surabaya di Desa Ketapanrame, Mojokerto. Hasilnya, anak-anak membuat film pendek, blog, vlog, dan lain-lain. Semua dipresentasikan melalui Pergelaran Budaya XI IPS. 

Beberapa nampan bambu menghiasi tiap sudut Aula SMAK St Louis lantai 3. Tersaji berbagai kudapan tradisional seperti klepon, singkong rebus, keripik mbote dan sebagainya. Audy Wongsosaputro, salah seorang siswa, menawarkan beberapa buah klepon pada Harian Disway. "Silakan. Ini buatan kami sendiri. Hasil pembelajaran yang kami dapatkan di Desa Ketapanrame," ujarnya. 

Rasanya enak. Seperti klepon-klepon pada umumnya yang dijual di pasaran. Namun, tekstur klepon buatan mereka cukup lembut. Soft. Gula merahnya meleleh dalam mulut. Paulina Soesri, guru seni budaya SMAK St Louis 1 menyebut bahwa para siswa melakukan studi sosial budaya di Desa Ketapanrame, Trawas, Mojokerto, selama dua hari. Yakni pada 5-6 Februari 2024.
Para siswa bergantian memaparkan hasil studi sosial budaya mereka selama dua hari di Desa Ketapanrame, Trawas, Mojokerto. -Julian Romadhon-HARIAN DISWAY

Studi bertajuk Kearifan Lokal: Potensi Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat itu diikuti siswa kelas XI IPS, terdiri dari tiga kelas. "Di sana, selama dua hari anak-anak belajar tentang UMKM, cara mengelola desa wisata, membuat aneka kuliner, mengetahui budaya setempat, dan lain-lain," ujarnya.

BACA JUGA: Peduli Seniman, Anies Baswedan Buka Pergelaran Wayang Kulit di Ponorogo

Menurut Tri Yuli Praptiningsih, guru sejarah sekaligus ketua pelaksana acara, Desa Ketapanrame dipilih karena beberapa kriteria. Pertama, desa tersebut lokasinya tak begitu jauh. Cukup terjangkau. "Kedua, Ketapanrame merupakan desa yang mampu mengakomodir banyak hal. Termasuk mampu mengelola pangan dan mencukupi kebutuhan beras bagi masyarakatnya," ujarnya. 

Ketiga, terdapat berbagai potensi dari desa tersebut. Seperti UMKM, wisata, budaya, pertanian, kerajinan, dan lain-lain. Keempat, desa tersebut adalah salah satu desa terbaik yang ada di Jawa Timur. 

Hasil dari studi itu menjadi blog, podcast, film pendek, dan vlog. Semua karya itu ditampilkan dalam Pergelaran Budaya, pada Jumat, 15 Maret 2024. Satu per satu kelompok siswa mempresentasikan karyanya di panggung aula. Salah satunya kelompok kerja blog XI IPS 1. Mereka memaparkan berbagai jenis olahan kuliner di desa itu. 

Selain klepon, mereka menunjukkan cara membuat tape ketan. Juga berbagai potensi desa. Seperti wisata setempat, UMKM-UMKM yang berkembang di sana. Kelompok itu menyoroti lingkungan Desa Ketapanrame yang terlihat bersih sehingga menarik pengunjung untuk datang. Ada pula paparan tentang pengolahan kuliner dan desa wisata.

Ada 12 hasil karya dalam Pergelaran Budaya tersebut. "Semua siswa kelas XI dibagi menjadi kelompok karya dan kelompok kunjungan. Semua dibagi rutenya. Ada yang bagian kunjungan ke Bumdes, UMKM, dan lain-lain. Baru pada tahapan membuat karya, semua berkumpul untuk berdiskusi," ujar Rini Ratnawati, guru Sosiologi.

Camelia Ayu Maharani, salah seorang anggota kelompok, bersama kawan-kawannya membuat podcast yang berisi segala informasi tentang Desa Ketapanrame. Salah satu wawasan yang didapatkannya adalah cara Bumdes Ketapanrame mengelola desanya. Sehingga menjadi desa wisata unggulan yang ramai pengunjung.

"Bumdes setempat begitu inovatif dan tertata dalam mengolah desa wisatanya. Termasuk mengangkat budaya. Seperti tradisi bantengan, dawuhan, dan campursari. Selama dua hari studi, kami belajar semua hal itu," terang siswi 17 tahun itu. 

Pun, soal pertanian. Camelia menyebut bahwa terdapat beragam jenis tanaman yang ada di desa itu. Salah satunya kakau yang tumbuh subur. "Kami juga belajar proses menanam beras. Pertanian padi di sana cukup berhasil. Mereka bisa memasok beras atau punya pasokan yang aman untuk desa mereka," katanya.

Terdapat tiga juri yang menilai karya para siswa itu. Yakni dua guru sejarah, Hery Priyanto dan Setya Nugraha, serta seorang guru ekonomi, Petrus Pamungkas. Ketiganya memberi kritik dan saran untuk tiap karya siswa. Seperti visual videografi, maupun muatan-muatan yang perlu lebih didetailkan. "Karya anak-anak bagus. Hanya perlu dibenahi sedikit soal tampilan, serta materi yang ingin disampaikan. Supaya lebih informatif dan jelas," ungkap Hery. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: