Konflik Timur Tengah, Saham Domestik Aman
Ilustrasi.--
HARIAN DISWAY - Kepemilikan saham dan surat berharga dari Timur Tengah cenderung rendah. Sehingga, kondisi memanas yang terjadi di sana tidak memberi pengaruh signifikan terhadap pasar saham dan surat berharga di Indonesia.
Ketua Dewan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, konflik antara Iran dengan Israel tidak memberikan pengaruh terhadap saham domestik.
“Dari segi eksposur terhadap surat berharga dan saham, kepemilikan Investor yang langsung berkaitan dengan Timur Tengah praktis bisa dikatakan sangat kecil,” katanya kepada wartawan di Istana Merdeka Jakarta, Rabu, 17 April 2024.
OJK mencatat, kepemilikan saham investor dari Timur Tengah sebesar Rp 65,73 triliun. Hanya sekitar 2 persen dari nilai kepemilikan saham investor non-residen.
BACA JUGA:Mereaksi Ketegangan Timur Tengah, Rupiah Melemah
BACA JUGA:Airlangga Hartarto Sebut Ekonomi Indonesia Masih Aman Meski Ada Krisis Timur Tengah
Bahkan, kepemilikan Lembaga Jasa Keuangan (LKJ) oleh investor pengendali dari Timur Tengah tercatat hanya sebesar 0,1 persen dari total aset perbankan.
Pun termasuk surat berharga yang terbit dari Timur Tengah yang dimiliki perbankan domestik hanya sebesar Rp 1,3 triliun. Atau hanya 0,06 persen dari total surat berharga yang dimiliki perbankan.
Sementara asuransi dan perusahaan pembiayaan, tidak memiliki surat berharga penerbitan Timur Tengah. “Kalau dilihat saat ini dari posisi devisa netto perbankan, lalu dari segi loan to defisit ratio untuk valas maupun eksposur yang disampaikan, secara menyeluruh terkendali,” ujarnya.
Eskalasi Israel-Iran cenderung lebih mengarah kepada pergerakan harga minyak. Secara psikologi mempengaruhi nilai tukar (kurs) rupiah pada dolar. Ia menekankan, OJK melalui fundamental perekonomian Indonesia terjaga baik. Terlihat dari sejumlah faktor.
BACA JUGA:Menlu Retno Marsudi Galang Komunikasi Intens Untuk Deeskalasi Konflik Timur Tengah
Mulai dari pertumbuhan yang terjaga di kisaran lima persen, inflasi yang masih berada di rentang target Bank Indonesia, neraca perdagangan yang masih surplus, cadangan devisa yang masih cukup, serta masih tersedianya ruang fiskal. “Ini yang kami cermati dan perhitungkan,” terangnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: