Mooi Indie dalam Pameran Lukisan Djitoe Memberi Kebaruan Perspektif

 Mooi Indie dalam Pameran Lukisan Djitoe Memberi Kebaruan Perspektif

Suasana pameran lukisan Djitoe yang dipersembahkan oleh 8 perupa yang mengangkat gaya mooi indie. -M. Azizi Yofiansyah-HARIAN DISWAY

Di situlah peran gaya mooi indie pada masa kini. Sebagai jendela untuk melihat masa silam, yang dituangkan dari pengalaman perupa seperti Hendy. Keadaan masa lalu yang kurang banyak diabadikan oleh kamera fotografi.

Begitu pun dengan perupa Sugeng Lanang, adik Hendy. Ia mengeksplorasi suasana hutan Panceng. Yakni kawasan hutan jati di daerah Gresik yang berbatasan dengan Lamongan. 

BACA JUGA: TITD Tay Kak Sie Semarang (2): Sejarah Wabah Malaria

Tampaknya, luas hutan itu kini semakin berkurang. Sebab, sudah banyak lahan yang dibangun pemukiman. "Dulu para pencari kayu sering masuk hutan ini. Untuk mengumpulkan kayu bakar. Sekarang sudah tidak ada lagi," ujar Sugeng, kemudian menunjuk pada sosok seorang perempuan dengan kebaya dan di punggungnya memanggul beberapa potong kayu bakar. 

Sekali lagi gaya mooi indie mengambil peran. Suasana dan aktivitas mencari kayu bakar tak bisa ditemui lagi pada masa kini. Sugeng, seperti halnya Hendy, melalui pengalaman masing-masing, menuang itu semua lewat karya lukisan.


Budi Ipeng (kanan) menjelaskan esensi dari lukisannya kepada rekannya yang berjudul Pacet Mojokerto olehnya dituangkan dalam media akrilik di atas canvas dengan ukuran 130x200 cm. -M. Azizi Yofiansyah-HARIAN DISWAY

Pameran lukisan Djitoe berlangsung di Galeri Dewan Kesenian Surabaya, kompleks Balai Pemuda, sejak 24 hingga 30 April 2024. Terdapat delapan perupa yang andil. Selain Hendy dan Sugeng, terdapat Nova Christiana, Budi Ipenk, Lukman Gimen, Choy Bechi, Fathur Rojib, dan Syamdhuro.

BACA JUGA: 5 Sejarah Kampung Arab Terpopuler di Indonesia

Penulis pameran, Agus Koecink, menyebut bahwa pameran itu bukan sekadar membaca ulang tentang mooi indie. "Lebih jauh lagi. Tentang bagaimana masing-masing mengeksplorasi pemikiran tentang gaya tersebut, untuk melahirkan gagasan dan visualisasi baru," ungkapnya.


Nova Christiana (kiri) berswa foto di depan karya lukisannya berjudul Ubud In Dewata Island bersama Agus Koecink Sukamto, kurator pameran asal Tulungagung (kanan). -M. Azizi Yofiansyah-HARIAN DISWAY

Tentu wujudnya adalah realitas kultural yang terbingkai dengan latar pemandangan alam pada masa silam, maupun masa sekarang. Seperti Syamdhuro. Ia melukis suasana ketika para peternak sapi di Madura sedang beristirahat. Tiga peternak itu bercengkerama di bawah pohon rindang. Sapi-sapi mereka dilepaskan untuk mencari makan.

Sedangkan Fathur, memajang karya hasil on the spot-nya di kawasan Trawas. Bergaya impresionisme. Kesan cahaya dan pantulan yang dihasilkan memberi kekuatan pada sisi artistik lukisan miliknya. 

BACA JUGA: Ziarah Makam WR Supratman saat Peringatan Hari Musik Nasional 2024, Heri Lentho Sayangkan Bau Sampah

Senada, tapi dengan gaya naturalis, Budi Ipeng tampil dengan karyanya berjudul Pacet Mojokerto. Tentang pemandangan alam dan aktivitas bertani di kawasan Pacet, Mojokerto. 

Nova, memilih mengabadikan kekagumannya terhadap sebuah pura yang ada di Ubud, Bali. Ketika berkunjung ke sana, ia menemukan sebuah pura yang ada di kawasan yang sedikit terpencil. Namun, keasrian dan kealamian suasananya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: