Refleksi Hari Pendidikan Nasional: Ki Hadjar Dewantara dan Hak Rakyat atas Pendidikan

Refleksi Hari Pendidikan Nasional: Ki Hadjar Dewantara dan Hak Rakyat atas Pendidikan

ILUSTRASI Ki Hadjar Dewantara dan Hari Pendidikan Nasional.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Als ik een Nederlander was”. Seandainya seorang Belanda,

saya tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri

yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya…. 

- Ki Hadjar Dewantara -

KUTIPAN di atas adalah potongan pernyataan Soewardi Soerjaningrat atau yang terkenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara (2 Mei 1889–26 April 1959) yang hari kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. 

Ki Hadjar Dewantara dan para pejuang lainnya di awal abad ke-20 –meminjam istilah Anies Baswedan– sesungguhnya sudah selesai dengan dirinya sendiri sehingga ancaman penjara dan pengasingan sama sekali tidak memupus keberanian mereka dalam menentang kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia. Itulah yang terjadi dengan Ki Hadjar Dewantara. 

Cuitannnya di surat kabar De Expres (organ Indische Partij) pada 13 Juli 1913 yang berjudul Als ik een Nederlander was viral dan membuat pemerintah kolonial naik pitam. Lanjutan dari cuitan Ki Hadjar yang berbunyi ”Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya” betul-betul mendidihkan darah penguasa kolonial. 

BACA JUGA: Aneka Kebudayaan Disajikan di Karnaval Hari Pendidikan Nasional di Kota Pasuruan

BACA JUGA: 6 Film Indonesia Inspiratif yang Cocok Ditonton di Hari Pendidikan, Ada Film Dahlan Iskan!

Ia pun menerima kenyataan harus dibuang ke negeri Belanda dan pada periode-periode berikutnya, penjara menjadi akrab baginya. Setelah menjalani masa pembuangan pada 5 Juni–24 Agustus 1920, ia mendekam dalam penjara untuk menunggu perkaranya disidangkan yang kemudian ditahan di Pekalongan.   

Dua tahun setelah keluar dari penjara, Soewardi Soerjaningrat mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara dan mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Pendidikan Nasional Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Dengan pendirian Taman Siswa, Ki Hadjar mengubah haluan perlawanan. 

Ia tidak lagi melawan kekuasaan kolonial secara terbuka, tetapi berjuang ”dalam senyap” dengan menyiapkan generasi muda Indonesia yang cerdas dan beradab yang kelak akan menjadi senjata untuk melawan kolonialisme. Ia tidak sudi menerima subsidi dari pemerintah kolonial. 

BACA JUGA: Kebijakan Pendidikan setelah Pemilu 2024

BACA JUGA: Sosialisasi Ideologi Memerlukan Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: