Membangun Generasi Emas di Era SDGs dan Revolusi Industri 4.0
ILUSTRASI membangun generasi emas di era SDGs dan revolusi industri 4.0. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Padahal, banyak proyeksi mengatakan, Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor 4 di dunia setelah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India pada 2050, lima tahun setelah Indonesia merayakan 100 tahun usia kemerdekaannya.
Kesadaran tersebut harus dibangun saat ini jika benar-benar serius untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Generasi saat ini, yang sering disebut sebagai gen Z, dicirikan oleh kefasihan mereka dalam teknologi, keinginan mereka terhadap perubahan sosial, dan preferensi mereka terhadap fleksibilitas dan keseimbangan kehidupan kerja.
Generasi itu menghargai keberagaman, inklusivitas, dan keberlanjutan serta mahir dalam menavigasi dunia digital. Namun, mereka juga menghadapi tantangan seperti meningkatnya utang pelajar, persaingan pasar kerja, dan masalah kesehatan mental.
Memahami karakteristik unik dan tantangan generasi itu sangat penting dalam merancang sistem pendidikan yang memenuhi kebutuhan mereka dan mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja masa depan. Penting bagi kita untuk terus bekerja sama menyiapkan tuns generasi emas Indonesia yang berdaya, terdidik, dan inklusif.
Sebagai salah satu negara yang berpartisipasi dalam SDGs, Indonesia dituntut senantiasa berkomitmen menjaga ritme pencapaian kinerja sebagaimana tersebut di atas. Oleh karena itu, pembangunan yang selama ini menjadi salah satu mainstream kebijakan pemerintah harus didesain sebagai sarana untuk mencapai maksud dan tujuan yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.
Apalagi, memasuki era milenium, ada tuntutan global untuk merumuskan kebijakan pembangunan yang harus diarahkan pada semangat perlindungan manusia. SDGs itu kemudian menjadi tujuan global dengan rangkaian agenda pembangunan berkelanjutan dengan 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada 2030.
Adapun tujuan SDGs dapat dilihat dari pilar sosial, ekonomi, lingkungan, serta hukum dan tata kelola. Secara garis besarnya, tujuannya ialah mengakhiri kemiskinan dan kelaparan, mengurangi kesenjangan, meningkatkan kesehatan dan pendidikan, serta melindungi lingkungan.
Tantangan dalam mengarungi Revolusi Industri 4.0 dan meraih SDGs sangat dipengaruhi empat variabel: volatility, uncertainity, complexity, dan ambiguity (VUCA) yang inheren di era disrupsi saat ini.
VUCA dicirikan oleh perubahan yang konstan, ketidakpastian, keterhubungan, dan ketidakjelasan. Di dunia yang berkembang pesat saat ini, sangat penting untuk membekali generasi muda dengan keterampilan dan pola pikir yang diperlukan agar dapat berkembang dalam lingkungan yang penuh tantangan.
Dengan mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi kompleksitas VUCA, kami dapat memastikan bahwa mereka lebih siap menghadapi ketidakpastian masa depan dan meraih peluang untuk tumbuh dan sukses.
Oleh karena itu, generasi Y dan Z harus mampu mengidentifikasi tren yang sedang terjadi dan mengubahnya menjadi peluang membuat kebijakan yang bisa menjawab tantangan dan berkontribusi terhadap keberlangsungan kehidupan alam semesta (people, profit, dan planet).
Kepemimpinan dalam atmosfir milenial ini dituntut memiliki aspek empati, yakni kecerdasan emosi yang baik, karena model kepemimpinan demikian memahami dengan baik bahwa mengubah sesuatu membutuhkan kesabaran dan kegigihan.
Selain itu, sosok ”sustainable leaders” mampu melihat situasi dari kacamata orang lain. Mereka tidak mudah untuk menilai sesuatu. Pemimpin keberlanjutan juga tulus dan rendah hati.
Mereka melihat value seseorang dan belajar darinya. Dan, ini salah satu yang paling penting dari sosok ”sustainable leaders”, mereka berani mewujudkan visinya, mengetahui bahwa perjuangan mereka untuk berdampak pada masyarakat dan planet sambil mendapatkan keuntungan merupakan hal yang menantang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: