Budaya Klenik dan Millenaries Leader di Indonesia
ILUSTRASI Budaya klenik dan millenaries leader di Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
PESTA pemilu telah berakhir. Kini rakyat akan mendapatkan pemimpin baru yang dielu-elukan dan diidolakan. Saat pemilu, para pemimpin pandai memanjakan hati rakyat.
Apa pun keluhan rakyat, para pemimpin dengan sigap bersimpati menebar pesona dan janji. Tak diundang pun, mereka datang meski susah sekali untuk ditemui.
Blusukan ke permukiman kumuh maupun pasar, memanjat pagar, serta naik becak dan delman, bahkan berjoget ala ketoprak, dilakoni dengan penuh ceria dan canda tawa. Sebab, hati rakyat sedang direbut.
BACA JUGA: Bukan Syirik, Bukan Klenik
Pesan utamanya sangat jelas dan padat. Yaitu, menjadi pemimpin yang dielu-elukan dan diharapkan. Bahkan, beranggapan menjadi titisan pemimpin sejati rakyat.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana dengan program-program untuk kesejahteraan rakyat selanjutnya? Pertanyaannya gampang, jawabannya yang sulit.
Tak ada yang pasti di negeri ini kecuali ketidakpastian. Biarkan urusan janji dan empati itu menjadi urusan malaikat pencatat amal perbuatan.
BACA JUGA: Pemimpin Negarawan
Lain ketika pemilu, lain pula setelah pesta politik. Sebelum kita melihat budaya klenik dan millenaries leader, kita dapat mengulang fisafat politik yang sejatinya untuk kebaikan rakyat.
TINJAUAN FILSAFAT POLITIK
Pada pandangan klasik, politik digunakan masyarakat untuk mencapai suatu kebaikan bersama yang dianggap memilki nilai moral yang lebih tinggi.
Kepentingan umum sering diartikan sebagai tujuan-tujuan moral atau nilai-nilai ideal yang bersifat abstrak seperti keadilan, kebenaran, dan kebahagiaan.
BACA JUGA: Menuju Indonesia Emas 2045 dengan Entrepreneurial Leadership
Pandangan klasik dianggap kabur seiring banyaknya penafsiran tentang kepentingan umum itu sendiri. Kepentingan umum dapat diartikan pula sebagai general will, will of all atau kepentingan mayoritas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: