Starlink Elon Musk Berpotensi Ancam Perusahaan Nasional hingga Suburkan Gerakan Separatisme, Begini Penjelasan Prof Henri
Elon Musk Datang ke Bali, Bakal Resmikan Layanan Starlink di Puskesmas Denpasar Bareng Jokowi-Humas Kemenko Marves-
HARIAN DISWAY--Elon Musk sudah meluncurkan layanan internet berbasis satelit miliknya, Starlink, di Puskesmas Pembantu Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, Minggu, 19 Mei 2024. CEO Tesla Inc. itu bahkan tertarik untuk meningkatkan investasinya.
Apalagi, kata Elon, setelah melihat implementasi Starlink di Bali dan Maluku. Terutama untuk menghadirkan konektivitas ke berbagai tempat di Indonesia, khususnya daerah 3T atau tertinggal, terdepan, dan terluar.
BACA JUGA:Starlink Elon Musk Dipasang di 3 Puskesmas di Bali dan Maluku, Langsung Uji Coba
Pemerintah pun mengapresiasi langkah Elon Musk tersebut. Namun, sejumlah pakar berpendapat sebaliknya. “Saya tidak setuju Starlink diizinkan beroperasi di Indonesia,” tandas Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Prof Henri Subiakto dalam akun X miliknya, Senin, 20 Mei 2024.
Menurutnya, Starlink justru berpotensi membangkrutkan perusahaan nasional di bidang telekomunikasi dan internet service provider. Seperti Group Telkom, Indosat, dan lain-lain. Bahkan, juga bisa dimanfaatkan oleh kekuatan separatisme seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan lainnya. Tentu untuk komunikasi mereka agar tak bisa terdeteksi negara atau pemerintah Indonesia.
Dengan begitu, lanjut Prof Henri, Starlink berpotensi akan mengoyak keutuhan NKRI. Itulah kenapa Starlink di dunia lebih banyak digunakan oleh negara-negara satelit atau pendukung Amerika Serikat.
“Kenapa demikian? Karena Satelit Starlink memiliki perbedaan signifikan dibandingkan satelit biasa seperti Palapa, Satria, Kacific, Telkom 1, dan satelit-satelit lain milik Eropa maupun AS di luar Starlink,” tandas mantan staf ahli Kemenkominfo itu.
BACA JUGA:Ini Daftar Harga dan Cara Pemesanan Starlink, Layanan Internet Milik Elon Musk
Starlink termasuk satelit Low Earth Orbit (LEO) yang beroperasi dengan ketinggian sekitar 340 hingga 1.200 kilometer di atas permukaan bumi. Ukurannya kecil dan jumlahnya ribuan. Punya berat sekitar 260 kilogram. Dirancang bekerja bersama secara sinkron menyediakan layanan internet.
“Mereka seolah seperti BTS (Base Transceiver Station) terbang,” urainya. Sedangkan satelit komunikasi konvensional ditempatkan di orbit geostasioner (GEO) sekitar 35.786 kilometer di atas khatulistiwa bumi. Berada di satu titik relatif tetap dari permukaan bumi. Untuk bisa melayani publik butuh perangkat stasiun bumi.
Prof Henri Subiakto menunjukkan kartu kunjungan ke Space-X Falcon 9.-X Henri Subiakto-
Satelit GEO lebih besar dan mahal karena teknologi dan perlengkapan lebih kompleks dengan kebutuhan bertahan di orbit yang lebih tinggi.
“Starlink pakai teknologi phased-array untuk antena, yang memungkinkan satelit mengarahkan sinyal tanpa harus memindahkan satelit itu sendiri,” jelasnya.
BACA JUGA:Layanan Internet Starlink Milik Elon Musk Sudah Terpasang di IKN, Siap Beri Layanan Internet Cepat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: