Menumbuhkan Kebijaksanaan Kuno pada Saat Krisis

Menumbuhkan Kebijaksanaan Kuno pada Saat Krisis

MAHANAYAKA Chaokun Prajnavira Mahasthavira (empat dari kiri).-istimewa-

Ajaran Buddha memberikan jawaban atas pertanyaan ”mengapa”, menjawab permasalahan eksistensial seperti penderitaan, kasih sayang, dan kebijaksanaan, membimbing individu menuju kehidupan yang benar. 

Sebaliknya, sains terutama berfokus pada ”apa”, yang mengarah pada pengembangan perangkat yang mudah digunakan dan gadget modern. Meski ilmu pengetahuan berkontribusi terhadap kemajuan teknologi, pancaran ajaran Buddha menerangi jalan menuju pemahaman aspek yang lebih dalam tentang keberadaan manusia dan perilaku moral.

Di banyak wilayah, perang yang terus berlanjut mengakibatkan penderitaan yang signifikan dan pengungsian masyarakat. Pada saat yang sama, bahaya perubahan iklim makin nyata melalui kejadian cuaca buruk, naiknya permukaan air laut, dan gangguan ekologi. 


BIKSU Mahanayaka Chaokun Prajnavira Mahasthavira sedang berpidato.--

Keadaan itu menggarisbawahi pentingnya upaya dan kerja sama global yang bersatu untuk mengatasi dan mengurangi dampaknya.

Kemiskinan terus menjadi masalah yang tidak ada habisnya, berdampak pada jutaan orang di seluruh dunia, dan upaya untuk mengentaskannya sering kali terhambat oleh kesenjangan ekonomi dan ketidakseimbangan sumber daya. 

Perselisihan dan polarisasi di arena politik, sosial, dan internasional kian menambah kompleksitas dalam mengatasi isu-isu mendesak itu sehingga menyoroti pentingnya mendorong persatuan, kolaborasi, dan perdamaian di tingkat global.

Prinsip inti agama Buddha adalah ahimsa atau anti kekerasan yang berfungsi sebagai landasan untuk memupuk dialog antar keyakinan yang berbeda dan memupuk budaya damai. Hari Waisak memberikan kesempatan besar bagi umat manusia untuk memetik hikmah dari ajaran Buddha.


PARA biksu dari seluruh dunia sedang berfoto.-- 

Dalam agama Buddha, kekerasan, pengucilan, dan intoleransi beragama dipahami berasal dari persepsi kognitif, yang menunjukkan bahwa emosi tersebut berasal dari hati dan pikiran kita. 

Jalan menuju resolusi terletak pada dedikasi kolektif kita terhadap perbaikan diri, di mana kita berupaya mengurangi kekerasan dan memupuk tingkat toleransi, kasih sayang, dan perhatian yang lebih tinggi terhadap orang lain. Perayaan Waisak menjadi momen unik untuk memusatkan perhatian pada cita-cita tersebut.

Peringatan Waisak berfungsi sebagai platform pertukaran makna di antara masyarakat, menumbuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran Buddha, dan relevansinya dengan dunia saat ini. 

Melalui dialog konstruktif dan nilai-nilai bersama, yaitu kasih sayang dan perhatian, Waisak mendorong persatuan dan saling pengertian. Selain itu, perayaan hari baik ini menampilkan pameran budaya, pertunjukan seni, dan iluminasi yang menyoroti kekayaan warisan negara-negara Buddha, berkontribusi pada pelestarian dan apresiasi tradisi budaya. 

Kesadaran lingkungan dan upaya konservasi juga ditekankan selama Waisak, sejalan dengan prinsip Buddha dalam menghormati dan menjaga alam.

Seiring perjalanan kita menuju hari esok yang lebih cerah, marilah kita merangkul semangat Waisak 2024 dan mengulurkan tangan kita untuk menjembatani kesenjangan, memupuk rasa persatuan dan solidaritas di antara masyarakat di seluruh dunia, mengatasi kepentingan pribadi yang sempit, dan bersatu dalam solidaritas untuk menciptakan dunia yang penuh kedamaian. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: