Penarikan Dana Muhammadiyah
ILUSTRASI penarikan dana Muhammadiyah dari Bank Syariah Indonesia (BSI).-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
PENARIKAN dana Muhammadiyah di Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi pembicaraan hangat awal Juni ini. Maklum, nilainya cukup besar, yaitu sekitar Rp 15 triliun. Juga, PP Muhammadiyah hanya menyampaikan alasan yang normatif. Agar dananya tidak terkonsentrasi di satu bank saja sehingga risikonya lebih rendah.
Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menyebut itu adalah langkah rasionalisasi dan konsolidasi keuangan Muhammadiyah. Tujuannya, Muhammadiyah bisa berkontribusi bagi terciptanya persaingan yang sehat di antara bank syariah di Indonesia. Terutama, bank syariah yang memiliki hubungan dengan Muhammadiyah.
Dana simpanan dan pembiayaan di BSI akan dialihkan ke sejumlah bank syariah. Ke Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, bank-bank syariah daerah, dan bank-bank lain mitra Muhammadiyah.
BACA JUGA: Jokowi Beri Kesempatan Ormas Keagamaan Kelola Tambang, Muhammadiyah Tak Mau Buru-Buru Bersikap
Keputusan Muhammadiyah menarik dananya dari BSI itu menimbulkan banyak pertanyaan. Sebab, selama ini Muhammadiyah merupakan mitra strategis BSI. Bahkan, sebelum BSI terbentuk dari merger tiga bank syariah, yakni Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah.
Salah satu isu yang berkembang adalah kebijakan BSI yang lebih concern ke korporasi tidak sejalan dengan kebijakan Muhammadiyah. Organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia itu menginginkan BSI berpihak kepada sektor UMKM. Tujuannya, memberikan kemanfaatan lebih besar kepada ekonomi umat yang sebagian besar masuk kategori UMKM.
Isu lain menyebutkan bahwa Muhammadiyah tidak mendapatkan previlese di BSI. Padahal, Muhammadiyah menempatkan dana cukup besar di bank pelat merah itu. Dalam konsolidasi keuangan dengan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), ternyata nilai simpanan di BSI sekitar Rp 15 triliun.
BACA JUGA: Din Syamsuddin Sarankan Muhammadiyah Tolak Tawaran Kelola Tambang
Bagaimana dampak pengalihan dana itu bagi BSI? Jika melihat performanya, penarikan dana yang cukup besar itu bukan masalah serius. Berdasar catatan BSI per triwulan 1 2024, total aset BSI mencapai Rp 358 triliun. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) tercatat Rp 297 triliun. Artinya, dana 15 triliun Muhammadiyah setara dengan 5,05 persen DPK dan 4,19 persen aset BSI.
Itu juga bisa dilihat dari likuiditas BSI yang cukup baik. Financing to deposit ratio (FDR) bank syariah terbesar di Indonesia itu sekitar 83,05 persen. Artinya, cadangan likuiditasnya cukup baik karena sekitar 17 persen DPK –sekitar Rp 50 triliun– tidak diberikan dalam bentuk pembiayaan kepada nasabah. Itu belum ditambah modal BSI yang juga cukup besar.
Meski demikian, BSI tetap perlu melakukan pendekatan yang baik kepada PP Muhammadiyah. Sebab, BSI tentu belum tahu multiplier effect kebijakan Muhammadiyan itu. Terutama terkait dengan simpanan para pengusaha dan warga Muhammadiyah di BSI yang dipastikan juga sangat besar.
RISIKO BANK SYARIAH
Sebagai lembaga intermediasi, bank selalu menghadapi risiko seperti yang dihadapi BSI ini. Risiko likuiditas. Sebab, ada lack yang cukup besar antara sifat funding dan financing. Simpanan dan kredit. Simpanan rata-rata berjangka pendek, sedangkan kreditnya berjangka panjang. Itu menimbulkan mismatch atau kesenjangan.
Menurut data OJK, sekitar 90 persen likuiditas di perbankan disokong dana jangka pendek. Paling lama berupa deposito dengan tenor enam bulan. Sementara itu, sebagian besar kredit justru bertenor lama. KPR, misalnya, bertenor hingga 20 tahun. Begitu juga pembiayaan consumer dan usaha yang rata-rata bertenor tahunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: