Mayat Vina Cirebon Disoal Lagi

Mayat Vina Cirebon Disoal Lagi

ILUSTRASI mayat Vina Cirebon disoal lagi. Kali ini pemandi jenazah Vina yang bicara. Dia adalah nenek Euis. Dia bicara di YouTube Dedi Mulyadi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Euis tahu melalui berita media massa bahwa polisi menyatakan, Vina dan Eky dibunuh dengan tusukan samurai. Vina ditusuk dua kali. 

Euis: ”Bohong itu. Kongkon mrene polisine, tak jewer pisan (Suruh ke sini polisinya, saya jewer sekalian), kurang ajar, kok ditusuk-tusuk gimana. Bohong itu.”

Jawaban Euis tegas. Posisinya di kasus Vina sangat vital. Dia mestinya salah seorang saksi kunci. Tapi, rupanya dia tidak pernah dimintai keterangan sebagai saksi pada saat perkara itu disidik dulu. Mendadak, kini dia muncul dengan kesaksian yang membuat bangunan perkara itu porak-poranda. Bagaimana hal itu bisa terjadi?

Sementara itu, bukti kuat lainnya bahwa Vina dan Eky tidak dibunuh dikatakan pengacara Otto Hasibuan, kuasa hukum lima terpidana seumur hidup perkara ini. Ia, kepada pers, mengatakan punya bukti kuat bahwa itu bukan perkara pembunuhan.

Otto: ”Dalam putusan sidang, disebutkan bahwa ditemukan polisi, ada bekas daging di sini (menunjuk foto baut sekrup pada motor yang dinaiki Eky dan Vina saat itu). Artinya, kalau itu adalah daging, berarti itu sangat mungkin peristiwa kecelakaan.”

Dilanjut: ”Sangat mungkin mereka jatuh (kecelakaan) di sana. Kecelakaan tunggal. Dan, ini (foto baut sekrup) ditemukan polisi katanya. Di belakang showroom (lokasi pembunuhan) tidak ada darah, soalnya.”

Ia menilai, konstruksi hukum yang dibangun penyidik Polda Jawa Barat ketika itu bias.

Otto: ”Sebelumnya dikatakan bahwa ada sebelas orang yang dinyatakan sebagai pelaku. Tiga di antaranya dinyatakan buron. Mereka yang buron: Pegi, Andi, dan Dani. Kemudian, setelah Pegi ditangkap polisi, polisi menyatakan bahwa dua buron lainnya (Andi dan Dani) adalah fiktif.”

Dilanjut: ”Padahal, dalam sidang perkara ini, dulu, disebutkan bahwa Andi dan Dani adalah orang yang ikut memindahkan tubuh Vina dan Eky dari lokasi pembunuhan menuju flyover Talun (Cirebon), dengan maksud supaya korban dianggap sebagai korban kecelakaan.”

Dilanjut: ”Pertanyaannya, kalau orang yang semula (dalam penyidikan polisi 2016) disebut sebagai pembawa mayat korban Vina dan Eky, lalu delapan tahun kemudian disebut polisi sebagai buron fiktif, terus bagaimana? Terus, siapa yang memindahkan mayat dua korban itu? Di sinilah konstruksi perkara hukum kasus ini berantakan.”

Akhirnya, Otto yakin bahwa lima kliennya yang kini menjalani hukuman penjara seumur hidup sesungguhnya tidak bersalah. Mereka tidak membunuh Vina dan Eky. Mereka harus dibebaskan demi hukum.

Tapi, untuk mencapai agar kliennya dibebaskan demi hukum, berdasar hukum, tentu ada prosedurnya. Sebab, putusan hukuman penjara seumur hidup itu sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Satu-satunya cara Otto adalah mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

Untuk mengajukan PK, juga cuma ada satu syarat: novum atau bukti hukum baru. Tanpa novum, pengajuan PK pasti ditolak hakim agung di MA.

Proses Otto mencapai PK adalah melaporkan penyidik awal kasus ini, Iptu Rudiana, ayah kandung korban Eky yang kini kepala Polsek Kapetakan, Cirebon. Rudiana akan dilaporkan Otto ke Mabes Polri sebagai saksi palsu.

Tapi, orang yang memolisikan Rudiana bukan cuma Otto. Tapi, juga kuasa hukum terpidana lainnya, Jutek Bongso. Ia malah sudah melaporkan Rudiana ke Mabes Polri dengan tuduhan: penyidik berbohong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: