Kisah-Kisah di Balik Perjokian Kampus (3) : Pernah Dibayar Semangkuk Soto

Kisah-Kisah di Balik Perjokian Kampus (3) : Pernah Dibayar Semangkuk Soto

Gambaran mahasiswa yang tepekur menggarap tugas kuliah. Beratnya beban tugas membuat mereka tergoda menggunakan jasa joki tugas.-Boy Slamet/Harian Disway -

Orang bisa menjadi joki tugas karena alasan yang beragam. Tidak semata-mata butuh duit, ada juga yang mengerjakan tugas orang lain hanya karena iseng. Iseng-iseng berhadiah. Berikut adalah hasil wawancara Mohamad Nur Khotib, wartawan Harian Disway, dengan Bowo, bukan nama sebenarnya, yang ditulis dengan gaya bertutur.

---------

APAKAH saya seorang joki tugas? Tentu bukan.

Tapi, apakah saya pernah mengerjakan tugas-tugas kampus orang lain dan mendapat bayaran? Pasti pernah!

Berarti saya seorang joki tugas? Bukan juga.

Kalau Anda membandingkan saya dengan joki-joki lain yang sudah “profesional”, tentu saya enggak ada apa-apanya. Saya, misalnya, tidak punya kanal media sosial khusus untuk menjajakan jasa saya. Dan secuil pun tidak pernah tebersit niat untuk membuka jasa joki tugas yang dipasarkan di media sosial.

Saya juga tidak pernah memberi standar tarif yang baku seperti joki-joki yang menjajakan jasa secara ’’profesional.’’ Kalau ditanya tarif, saya pasti gelagapan. Tidak bisa diukur, misalnya, penulisan berapa halaman dibanderol sekian rupiah.

Maka, saya pun mematok tarif sesuka-suka saya. Orang Jawa Timur bilang, sak njeplake. Kalau tidak bersedia, ya nggak apa-apa. Kalau bersedia, ya oke


Gambaran mahasiswa yang berjibaku dengan tumpukan tugas. Beban tugas yang berat kerap membuat mereka tergoda menggunakan jasa joki tugas.-Boy Slamet/Harian Disway -

Aktivitas saya menjadi joki tugas sudah dimulai sejak saya kuliah. Di salah satu perguruan tinggi negeri di Malang. Lebih dari dua dekade silam. Sudah lama, ya? Hahaha…

Bagaimana awalnya? Saya juga tidak ingat betul. Yang saya ingat, ketika ada tugas kelompok, saya merasa kerap mendapat bagian paling banyak. Yang ngetik di warnet, lah. Yang cari referensi di perpustakaan, lah. Yang menjilid, lah.

BACA JUGA:Kisah-Kisah di Balik Perjokian Kampus (1) : Jadi Pilihan saat Menyerah

BACA JUGA:Menilik Fenomena Bisnis Joki dalam Pendidikan Indonesia (1) : Joki ’’Dinormalisasi’’ sebagai ’’Solusi’’

Meski termasuk mahasiswa medioker, saya rupanya dipandang cukup rajin. Cukup oke dalam mengerjakan tugas. Cukup paham bahasa Inggris sehingga tugas-tugas terjemahan dari dosen bisa digarap dengan cepat.

Dari situlah mulai ada kawan hingga kakak kelas yang minta tolong kepada saya untuk mengerjakan tugas mereka. Saya sih oke saja. Itu saya anggap bukan sebuah kejahatan. Ya, kira-kira mirip dengan contek-mencontek saat ulangan atau ujian. Hanya sebuah kenakalan kecil, hihi…

Beragam tugas pun saya terima. Terutama, membikin makalah—yang biasanya kelar dalam dua hari—hingga membuat terjemahan yang bisa saya rampungkan dalam hitungan 1-2 jam. ’’Klien’’ pun makin banyak. Infonya beredar dari tongkrongan. Dari mulut ke mulut. Belum zamannya dari handphone ke handphone.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: