Kisah-Kisah di Balik Perjokian Kampus (1) : Jadi Pilihan saat Menyerah

Kisah-Kisah di Balik Perjokian Kampus (1) : Jadi Pilihan saat Menyerah

Selembar ijazah seorang sarjana. Saat ini praktik perjokian merambah ke banyak sektor di kampus.-Julian Romadhon/Harian Disway -

Ada banyak alasan mengapa mahasiswa pada akhirnya berpaling ke joki. Tapi, beragam alasan itu bisa dimuarakan pada satu hal: kemalasan.

-------

WAKTU 24 jam bagi sebagian seolah dirasa tidak cukup untuk menyelesaikan harinya. Itulah yang terjadi pada mahasiswa menjelang tiap akhir semester. Diburu rangkaian tugas. Dikejar deadline. Meskipun, sejatinya merekalah yang harus mengejar deadline itu.

Di situlah mahasiswa merasa dihadapkan buah simalakama. Kalau tugas telat, kuliah harus diulang. Atau mengirimkan tugas alakadarnya dengan nilai alakadarnya pula.

Dua kemungkinan tersebut sepertinya bisa diakali dengan cara lain bagi beberapa mahasiswa. Ada opsi ’’tokcer’’ yang bisa menjadi pilihan agar tetap waras dan tanpa was-was. Yaitu, joki tugas.

Itulah yang dirasakan, Intan, bukan nama sebenarnya. Mahasiswi 22 tahun itu sedang menempuh semester akhir di salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Dia menyerah karena tugas akhir (TA) yang dikerjakannya berjalan lambat.

BACA JUGA:Menilik Fenomena Bisnis Joki dalam Pendidikan Indonesia (1) : Joki ’’Dinormalisasi’’ sebagai ’’Solusi’’

BACA JUGA:Joki SBMPTN Masuk Bui

“Waktu itu ngerasa stuck dan bingung harus apa. TA aku kan buat alat dan menurutku itu susah,” kata Intan yang telah mengerjakan setengah perjalanan tugas akhirnya.


Ilustrasi pelaku joki tugas yang makin marak dalam dunia pendidikan Indonesia.--Gencraft

Dia merasa tertinggal dari teman-temannya yang menapaki kemajuan dengan lancar. Keadaan tersebut membuat mentalnya turun. Dia ragu bisa menyelesaikan TA tepat waktu.

Sadar akan keadaannya, Intan lalu berusaha mencari jalan keluar yang dianggapnya akan menjadi keputusan win-win solution. Akhirnya, dia pakai joki. ’’Aku bisa hemat waktu. Bayar joki, daripada harus bayar kuliah lagi,” ujarnya. Tentu, biaya joki itu jauh lebih murah daripada biaya semesteran ke kampus.

Intan mengakui, dia adalah pengguna pemula dalam ranah joki-menjoki. Pengalaman pertama dan terakhir di jagat perkuliahan.

Dia juga mengakui bahwa dunia teknik yang dipelajarinya memiliki bidang-bidang yang sulit dikuasainya. Yakni, bidang electrical sebagai salah satu bagian dari tugas akhir tersebut.

Intan akhirnya memberanikan diri menghubungi penjoki yang merupakan adik tingkatnya sendiri. “Pasti saya bertemu dan berdiskusi langsung,” ungkap Intan. Dia merasa beruntung bertemu adik tingkat yang siap membantunya.

Dengan waktu yang semakin terbatas, Intan menjelaskan jasa yang ingin ia dapatkan dari adik tingkatnya tersebut. Mencapai kesepakatan dengan biaya transaksi dibayar di akhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: