Kisah-Kisah di Balik Perjokian Kampus (2) : Bikin Gugup dan Gelisah Tertangkap Basah

Kisah-Kisah di Balik Perjokian Kampus (2) : Bikin Gugup dan Gelisah Tertangkap Basah

Ilustrasi mahasiswa sedang bertransaksi dengan joki tugas.--Gencraft

Apakah mahasiswa pengguna joki tinggal menunggu tugas dan berleha-leha? Tidak juga. Sedikit banyak, mereka juga punya tekanan mental.

-------

KITA setuju bahwa menunggu merupakan hal yang kurang mengasyikkan. Selalu ada banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi sepanjang itu. Antara berjalan baik, buruk, atau bahkan kehilangan jalan.

Seperti halnya menunggu hasil tugas yang dikerjakan oleh joki. Karena berada di luar kendali sang penikmat jasa, kadang, ada poin yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu yang kecewa dengan hasil joki adalah Nugi (nama samaran). Tugas yang digarap oleh joki dinilainya jelek. “Jujur, pas dikirim file-nya buat aku cek, aku kecewa,” ungkapnya kepada Harian Disway.

BACA JUGA:Menilik Fenomena Bisnis Joki dalam Pendidikan Indonesia (1) : Joki ’’Dinormalisasi’’ sebagai ’’Solusi’’

Ia merasa, joki tugas tidak banyak memberikan hal sesuai permintaan Nugi. “Cuma ditambah link referensi aja. Sebenarnya tetap terbantu. Soalnya, kalau nggak, aku nggak sempet nyari sendiri,” kata Nugi.


Ilustrasi sindikat bisnis joki tugas yang kian marak di era media sosial.--Gencraft

Saat itu, Nugi sedang terburu-buru karena diburu waktu, maka ia langsung menuju tempat terbaik untuk mencari jasa joki tugas. Yakni media sosial X. Dengan mudah, setelah memasukkan kata kunci ’’joki tugas,’’ Nugi segera memilih joki yang dinilai bisa mengerjakan tugas dengan cepat.

Tugas kuliah Nugi yang dikerjakan oleh joki memang tidak sempurna. Namun, Nugi tetap merasa terbantu. Ia sebelumnya telah mengerjakan bagiannya yang telah memakan banyak waktu. Maka, bantuan joki baginya cukup berarti bagi ketepatan waktu pengumpulan tugasnya.

Over all oke aja. Nggak puas banget, nggak kecewa banget,” tutur mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas swasta di Jawa Tengah tersebut.

Pengalaman berbeda dirasakan Intan (juga nama samaran). Karena bertemu langsung dengan joki, Intan lebih leluasa berkomunikasi.

Intan melakukan diskusi untuk menentukan kesepakatan pembagian tugasnya bersama Joki. “Asal aku tetep mengerjakan juga. Jadi nggak 100 persen dilimpahkan ke joki,’’ kata Intan.

Bahkan di program studi Intan, konsep ’’joki tugas akhir’’ itu ’’biasa’’ dilakukan. Bahkan diketahui oleh dosen. “Selama masih satu jurusan, nggak papa. Dibolehin sama dosennya,” jelasnya. 

Tetapi, bukan berarti mahasiswa yang menggunakan jasa joki akan lebih plong. Tetap ada tekanan mental. Yakni, apakah aksi lancung itu diketahui oleh dosen?

Tentu, mahasiswa berharap dosen tidak tahu. Dosen harus ’’diyakinkan’’ bahwa tugas tersebut dikerjakan secara mandiri oleh mahasiswa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: